Dominasi Politikus di BPK

Penulis

Jumat, 27 September 2019 07:51 WIB

Lima Pimpinan BPK RI di gedung DPR saat pengesahan oleh DPR RI. TEMPO/RIdian Eka Saputra

Parlemen perlu segera membenahi mekanisme seleksi anggota Badan Pemeriksa Keuangan. Marwah BPK, yang bertugas mengawasi keuangan negara, semakin rusak karena lembaga tinggi ini terkesan hanya menjadi tempat penampungan politikus Senayan. Anggota BPK selalu didominasi politikus Senayan.

Lihat saja lima anggota BPK periode 2019-2023 yang baru saja terpilih. Empat di antaranya berasal dari kalangan politikus. Mereka adalah politikus Partai Golkar, Harry Azhar Aziz; politikus Partai Demokrat, Achsanul Qosasi; politikus PDI Perjuangan, Daniel Lumban Tobing; dan politikus Partai Gerindra, Pius Lustrilanang. Hanya satu anggota yang bukan dari kalangan politikus, yakni Hendra Susanto, pejabat internal BPK.

Pius dan Daniel sebetulnya ikut berlaga dalam pemilu legislatif lalu, tapi keduanya gagal mendapatkan kursi. Adapun Harry Azhar dan Achsanul sudah menjadi anggota BPK sejak periode lalu. Keduanya sempat bertarung dalam Pemilu 2014 namun tidak berhasil memperoleh kursi Dewan Perwakilan Rakyat.

Hasil pemilihan anggota BPK yang dilakukan DPR itu menunjukkan kentalnya kepentingan politik untuk menguasai lembaga auditor negara. Muncul pula kesan adanya "bagi-bagi" jatah kursi anggota BPK di kalangan partai politik di parlemen. Hal ini akan membuat lembaga tersebut menjadi semakin tidak independen. Padahal konstitusi jelas menyatakan bahwa BPK merupakan institusi yang bebas dan mandiri.

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan pun memuat amanat yang sama. Independensi itu diperlukan agar para auditor bisa bekerja memeriksa keuangan negara secara profesional dan menghasilkan audit yang kredibel. BPK semestinya diisi figur yang berintegritas sekaligus bebas dari kepentingan politik.

Advertising
Advertising

Dominasi para politikus di BPK selama ini cenderung menciptakan citra negatif, karena di antara mereka banyak yang bermasalah. Salah satunya adalah Harry Azhar, yang diduga melakukan pelanggaran etik dalam kasus Panama Paper. Wakil Ketua BPK, Bahrullah Akbar, pun terseret kasus pengaturan dana alokasi umum untuk daerah. Beberapa kali nama Bahrullah disebut dalam persidangan dengan terdakwa Yaya Purnomo, pegawai Kementerian Keuangan.

Kasus yang paling baru tentu saja adalah skandal suap anggota BPK, Rizal Djalil. Ia telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Politikus Partai Amanat Nasional ini diduga menerima sogokan dari pihak swasta dalam kaitan dengan proyek sistem pengadaan air minum di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

Untuk memperbaiki citra BPK, parlemen seharusnya memilih anggota lembaga auditor negara ini secara transparan. Proses penjaringan awal sebaiknya pula dilakukan oleh panitia seleksi yang independen, untuk mencari calon anggota BPK yang benar-benar bersih dan berintegritas.

Sesuai dengan konstitusi, DPR memang berwenang penuh memilih anggota BPK. Hanya, wewenang ini seharusnya dijalankan secara bertanggung jawab demi menjaga independensi BPK.

BPK

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

8 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

37 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.

Baca Selengkapnya