Akrobat Swasembada Gula

Penulis

Selasa, 10 September 2019 07:00 WIB

Petani tebu dari berbagai daerah di Indonesia menaburkan gula import saat aksi demo didepan istana negara, 28 Agustus 2017. Petani tersebut menuntut harga gula yang merosot tajam rata-rata Rp 9.000-9.500/kg, jauh dibandingkan tahun 2016 yang rata-rata Rp 11.000-11.500/kg. TEMPO/Rizki Putra

RENCANA pemerintah mengembangkan pabrik gula di luar Jawa tentulah baik dan mulia: Pulau Jawa tak lagi memiliki lahan luas yang bisa dipakai sebagai kebun tebu. Sementara itu, kebutuhan gula tak kunjung bisa dipenuhi produksi dalam negeri. Dari 5,7 juta ton permintaan gula untuk industri dan rumah tangga pada 2016, yang bisa dipasok negeri sendiri hanya 2,2 juta ton. Sisanya didatangkan dari negara lain.

Karena itu, keputusan rapat kabinet pada 2016 untuk mengejar swasembada gula pada 2020 dengan mengundang investor swasta-belakangan direvisi menjadi 2024-merupakan ide yang cemerlang. Sayangnya, di lapangan, implementasi niat itu diselimuti konflik kepentingan dan pelbagai aksi main tabrak aturan.

Dari 300 perusahaan yang mengajukan proposal, Menteri Pertanian Amran Sulaiman memilih 28 di antaranya. Amran mengajukan syarat: investor harus punya uang tunai. Ia tak mau diberi angin surga-dijanjikan ini-itu tapi yang didapat cuma pepesan kosong karena investor bermodal cekak.

Menteri Amran lalu memilih Andi Syamsuddin Arsyad, pengusaha yang masih terhitung sepupunya. Pebisnis batu bara di Kalimantan yang populer dipanggil Haji Isam ini adalah mantan Wakil Bendahara Tim Kampanye Nasional Joko Widodo-Ma’ruf Amin dalam pemilihan presiden 2019. Bersemangat berbisnis dengan Isam, Menteri Amran turun ke lapangan sendiri mengurus perizinan perusahaan sang Haji.

Dengan dalih membuat terobosan, Amran menerabas pelbagai penghalang. Area konsesi perusahaan Haji Isam di Bombana, Sulawesi Tenggara, misalnya, sebetulnya tak cocok untuk dijadikan kebun tebu. Dalam rancangan tata ruang wilayah kabupaten ataupun provinsi, Bombana merupakan wilayah peternakan sapi karena lahannya berupa sabana dan merupakan area pertambangan yang minim hara.

Advertising
Advertising

Apalagi, sejak 2012, ladang Bombana merupakan bagian dari program Kementerian Pertanian dalam mengembangbiakkan 3.454 ekor sapi oleh 400 peternak. Tapi, oleh perusahaan Isam, peternak dan penduduk desa disingkirkan. Perusahaan Isam memakai aparat kepolisian untuk memaksa penduduk angkat kaki dari lokasi. Amran bahkan tak menoleh ke Konawe Selatan, lokasi lain dekat Bombana yang sebetulnya lebih cocok untuk kebun tebu, selain lebih sesuai dengan rencana tata ruang wilayah.

Tak sulit menduga apa yang kemudian terjadi. Tanah Bombana menghasilkan tebu yang kontet. Hitung-hitungan kapasitas giling dan produksi gula meleset bahkan sebelum pabriknya beroperasi. Amran lalu kembali ke cara lama yang mudah: impor gula mentah. Penerima jatah kuota impor gula adalah sepuluh perusahaan yang menanam duit untuk membuka ladang tebu yang kemudian gagal. Pemerintah menyebut aksi bagi-bagi jatah ini sebagai insentif kesediaan membangun pabrik gula.

Bisnis lancung di balik rencana swasembada gula ini jelas tak bisa dibiarkan. Meski impor gula diizinkan, penyelenggaraan yang tak transparan jelas bertentangan dengan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik. Alih-alih mencapai swasembada, proyek gula Bombana malah berpotensi mendatangkan bencana lingkungan dan konflik sosial. Presiden Jokowi hendaknya mawas diri: aksi main tabrak dan mengabaikan rambu-rambu dalam mengejar target pembangunan boleh jadi akan mendatangkan celaka.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

3 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

32 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.

Baca Selengkapnya