Jokowi: Pembunuh atau Penyelamat KPK

Penulis

Senin, 9 September 2019 07:00 WIB

Suasana pertemuan saat Pansel Capim KPK menyerahkan 10 nama kandidat pimpinan KPK kepada Presiden Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Senin, 2 September 2019. TEMPO/Subekti

Presiden Joko Widodo kini punya pilihan: menjadi penyelamat atau ikut membunuh Komisi Pemberantasan Korupsi. Ia akan menyelamatkan produk terbaik reformasi itu jika tak mengirim surat ke Dewan Perwakilan Rakyat, sebagai prasyarat pembahasan revisi undang-undang. Sebaliknya, ia akan dicatat ikut membunuh komisi antikorupsi jika melakukannya.

Seperti mengejar setoran sebelum periode 2014-2019 berakhir, Dewan mengajukan hak inisiatif perubahan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi. Rancangan revisi ini berusaha melumpuhkan independensi dan kekuatan utama KPK. Jika pembahasan mulus dan undang-undang berlaku, komisi antikorupsi akan menjadi lembaga biasa-yang sama sekali tidak akan ditakuti pejabat-pejabat korup.

Hak inisiatif itu menerabas beberapa aturan program legislasi nasional. Langkah para politikus itu bahkan menabrak aturan yang mereka susun sendiri. Aturan menyebutkan Badan Legislasi bertugas menyiapkan dan menyusun rancangan undang-undang berdasarkan program prioritas. Pengajuan revisi undang-undang komisi antikorupsi tak melalui proses itu alias cacat hukum. Jokowi semestinya memperhatikan kesalahan prosedur ini, dan kemudian tidak perlu mengirim surat presiden ke Dewan.

Agar rancangan itu bisa dibahas, DPR harus mendapatkan surat presiden. Pasal 20 Undang-Undang Dasar menyebutkan setiap rancangan undang-undang harus mendapat persetujuan bersama Presiden dan DPR. Persetujuan presiden diwujudkan dalam bentuk surat, untuk kemudian menunjuk kementerian yang relevan. Dengan dasar hukum itu pula Presiden punya hak menolak membahas rancangan undang-undang.

Sayangnya, publik melihat Jokowi menunjukkan sikap konservatif dalam perang melawan korupsi. Dalam pidato kenegaraan 16 Agustus lalu, ia menyebutkan ukuran keberhasilan pemberantasan korupsi bukanlah pada jumlah koruptor yang dipenjarakan. Ia menyatakan usaha pencegahan korupsi lebih penting daripada penindakan. Presiden barangkali lupa bahwa tugas pencegahan bukan semata kewajiban komisi antikorupsi, tapi juga pemerintahan yang ia pimpin.

Advertising
Advertising

Presiden pun terlihat normatif dalam mengambil keputusan soal calon pemimpin KPK. Ia meneruskan saja hasil panitia seleksi, yang ternyata masih mencantumkan sejumlah calon bermasalah dalam daftar 10 orang yang diajukan ke DPR. Ia mengabaikan kritik masyarakat antikorupsi, yang terus mempersoalkan sejarah hitam para calon bermasalah itu.

Alih-alih memberi jawaban tegas, Jokowi berkelit ketika ditanya sikapnya atas revisi Undang-Undang KPK. Ia mengatakan belum mempelajari isinya. Padahal pro dan kontra soal ini sudah terpampang di media massa. Presiden tak bisa lepas tangan dan semestinya segera menentukan sikap.

Ia perlu diingatkan bahwa KPK merupakan perwujudan agenda reformasi. Lembaga ini selalu menempati urutan teratas dalam tingkat kepercayaan publik. Pengakuan atas kinerja KPK juga datang dari dunia internasional. Jokowi pun perlu diingatkan soal berbagai janji pada masa kampanye pemilihan presiden, yang antara lain janji memperkuat KPK. Sungguh terlalu jika ia telah melupakannya, sementara ia bahkan belum dilantik untuk periode kedua pemerintahannya.

KPK

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

1 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

10 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

39 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya