Lonceng Kematian Komisi Antikorupsi

Penulis

Selasa, 3 September 2019 07:00 WIB

Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Johanis Tanak mengikuti tes wawancara uji publik Capim KPK di Sekretariat Negara, Jakarta, 28 Agustus 2019. Tempo/Friski Riana

PANITIA seleksi calon pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi tampaknya akan menjadi jagal yang mengakhiri hidup lembaga itu. Pilihan mereka kental dengan jalan akomodasi dan kompromi, termasuk mengabaikan riwayat hitam sejumlah calon. Presiden Joko Widodo bisa dianggap merestui usaha mengakhiri hidup komisi antikorupsi ini jika mengabaikan masukan dan kritik publik terhadap kerja panitia, lembaga yang dia bentuk.

Akomodasi dan kompromi terlihat pada keputusan panitia untuk meloloskan calon yang mewakili kepentingan polisi. Inspektur Jenderal Antam Novambar dan Inspektur Jenderal Firli Bahuri merupakan contoh paling nyata dari politik akomodatif itu.

Antam pada 2015 diduga mengintimidasi Komisaris Besar Endang Tarsa, Direktur Penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi, ketika lembaga ini menetapkan status tersangka pada Komisaris Jenderal Budi Gunawan-sekarang Kepala Badan Intelijen Negara. Bukan sekadar persoalan etik, intimidasi itu merupakan upaya menghalang-halangi proses penyidikan-sebuah tindak pidana.

Firli pada April 2018-Juni 2019 menempati jabatan deputi penindakan di Komisi Pemberantasan Korupsi. Ia disebut-sebut berhubungan dengan sejumlah orang yang sedang dalam proses penyelidikan berbagai perkara korupsi. Di antaranya, ia beberapa kali menemui mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat, Muhammad Zainul Majdi, yang diduga terlibat korupsi dana divestasi saham PT Newmont Nusa Tenggara.

Panitia seleksi juga meloloskan sejumlah calon dari kalangan pejabat yang tidak menyerahkan laporan harta kekayaan penyelenggara negara. Yenti Garnasih, ketua panitia seleksi, beralasan pelaporan itu baru diwajibkan setelah calon terpilih. Yenti lupa: ada aturan yang mewajibkan penyelenggara negara melaporkan harta kekayaannya ke Komisi Pemberantasan Korupsi pada saat pertama kali menjabat, mutasi, promosi, dan pensiun.

Advertising
Advertising

Calon bermasalah yang lolos hingga 20 nama itu mengindikasikan persoalan besar di tubuh panitia seleksi. Sejak awal, mereka terkesan mengutamakan calon dari kepolisian. Tak salah jika koalisi masyarakat sipil menyebutkan setidaknya ada tiga anggota panitia yang memiliki konflik kepentingan: Yenti, Hendardi, dan Indriyanto Seno Adji. Ketiganya ditengarai punya hubungan dekat dengan Markas Besar Kepolisian RI.

Bisa jadi Presiden menginginkan kepemimpinan KPK yang adem, lebih mengutamakan pencegahan daripada penindakan korupsi, dan menjaga harmoni dengan institusi lain, terutama kepolisian. Mungkin saja Jokowi juga tidak percaya bahwa operasi tangkap tangan yang terus dilakukan KPK bakal menghentikan praktik busuk korupsi. Bukan mustahil pula jika dia menganggap ketatnya operasi melawan korupsi itu dapat menghambat pembangunan. Jika berbagai dugaan itu benar adanya, panitia seleksi tampaknya memang didesain untuk melemahkan komisi antikorupsi.

Presiden semestinya paham bahwa komisi antikorupsi sangat penting untuk membantu menciptakan pembangunan yang bersih. Benar bahwa lembaga itu juga semestinya menggencarkan usaha pencegahan. Namun penindakan pun tidak boleh disingkirkan. Tindakan untuk memberikan efek jera tetaplah penting, sekaligus sebagai bagian dari usaha pencegahan korupsi.

Jokowi harus mengembalikan hasil kerja panitia seleksi jika mereka masih memasukkan calon bermasalah. Apabila tidak, ia akan dikenang sebagai presiden yang melumpuhkan komisi antikorupsi, jika bukan penancap nisan di atas pusara lembaga terpenting hasil reformasi itu. 58

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

4 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

33 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.

Baca Selengkapnya