Mengembalikan Prinsip Asuransi Kesehatan

Penulis

Kamis, 22 Agustus 2019 07:00 WIB

Iuran BPJS Kesehatan untuk semua kelas dipastikan akan naik, Selasa 6 Agustus 2019.

RENCANA pemerintah membenahi struktur premi dengan menaikkan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan merupakan langkah tepat walau agak terlambat. Keputusan itu semestinya sudah dilakukan tak lama setelah program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bergulir, tanpa harus menunggu selesai pemilihan presiden.

Langkah pemerintah menunda penyesuaian premi karena merupakan keputusan tidak populis terbukti memperburuk keadaan. Sistem jaminan sosial yang beroperasi lima tahun lalu itu telah membuat arus kas BPJS tekor Rp 3,3 triliun, setahun sejak program berjalan. Angka defisit bertambah menjadi Rp 9,1 triliun pada 2018 dan diperkirakan melonjak hingga tiga kali lipat pada akhir tahun ini.

Defisit itu muncul karena pemerintah tidak konsisten menjalankan skema asuransi yang dianut program ini. Banyak pejabat, termasuk politikus, membicarakan skema jaminan kesehatan seolah-olah sebagai fasilitas penuh dari negara. Timbul kesan BPJS Kesehatan harus menanggung seluruh biaya pengobatan dan perawatan tanpa terkecuali.

Persepsi keliru itu terjadi bertahun-tahun. Tak aneh bila tunggakan terus menggunung karena sejak awal jumlah premi lebih rendah daripada penghitungan aktuaria. Sedangkan jumlah peserta program ini tiap tahun terus bertambah. Skema lebih besar pasak daripada tiang ini mengabaikan pengelolaan risiko yang ketat sebagaimana seharusnya bisnis asuransi kesehatan dioperasikan.

Dengan skema asuransi, selain berhak mendapat jaminan pembiayaan, masyarakat punya kewajiban membayar premi yang masuk akal. Jika tidak, sampai kapan pun, penerimaan BPJS tak akan pernah cukup untuk menutup seluruh biaya pembayaran dokter, obat, dan pelayanan rumah sakit peserta jaminan ini. Di tengah keterbatasan fiskal, cita-cita pemerintah menjamin hak setiap warga negara mendapat pelayanan kesehatan tentu ada batasnya.

Advertising
Advertising

Di sinilah pentingnya pemerintah mengatur ulang jenis pelayanan pengobatan dan perawatan yang layak ditanggung, serta mengidentifikasi celah penyelewengan dalam penyelenggaraan program JKN. Banyak peserta program ini yang hanya mendaftar ketika sakit—dan menunggak setelah sehat.

Pekerjaan rumah itulah yang harus diutamakan karena kenaikan iuran peserta plus subsidi pemerintah untuk para penerima bantuan iuran tidak akan pernah cukup menutup seluruh biaya pelayanan yang harus dibayar BPJS Kesehatan. Terlebih bila semua jenis penyakit masuk skema penjaminan.

Pemerintah harus lebih selektif dan rasional dalam menentukan penyakit yang layak memperoleh tanggungan. Penyakit yang jelas-jelas timbul karena pola hidup tidak sehat, misalnya kanker paru yang diderita pasien perokok, seharusnya tak perlu mendapat jaminan pengobatan. Di banyak negara, jaminan sosial hanya mencakup pelayanan perawatan kesehatan dasar.

Pengaturan ulang terhadap prinsip universal coverage merupakan solusi yang tak terelakkan di tengah timpangnya persebaran dokter spesialis dan rumah sakit yang memiliki fasilitas lengkap. Dengan membayar iuran premi yang sama, peserta yang menetap di pelosok memiliki peluang lebih kecil untuk bisa mengakses pelayanan ini. Tak memadainya kualitas pelayanan bisa membahayakan kesehatan peserta program.

Meredefinisi ruang lingkup penyakit dan jasa kesehatan yang memperoleh jaminan butuh keputusan politik. Presiden Joko Widodo harus berani mengumumkannya di depan publik. Pil pahit ini adalah harga yang harus dibayar agar program pelayanan sosial ini terus berkelanjutan.

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

1 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

11 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

40 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya