Hapuskan Kuota Impor Pangan

Penulis

Rabu, 21 Agustus 2019 07:00 WIB

Impor Komoditas Pangan Melejit

PENANGKAPAN I Nyoman Dhamantra, anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, dua pekan lalu, makin membuka tabir seputar korupsi impor bahan pangan di negeri ini. Sistem kuota impor di Kementerian Perdagangan dan skema perizinan di Kementerian Pertanian terbukti membuka ruang bagi mafia impor untuk menangguk untung hingga puluhan miliar rupiah.

Karena itulah operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi dua pekan lalu patut dipuji. Namun para penyidik KPK tak boleh berpuas diri. Mereka yang kini mendekam di tahanan baru sebagian dari para pelaku lapangan. Para pemegang kunci yang membuka jalan bagi terjadinya kongkalikong dalam pemberian izin dan kuota impor masih bebas melenggang. Keberanian dan independensi KPK lagi-lagi diuji dalam kasus ini.

I Nyoman Dhamantra, yang diciduk di Bandar Udara Soekarno-Hatta setelah pulang lebih dini dari Kongres V PDIP di Bali, disebut menerima suap dari sekelompok importir bawang putih terkait dengan posisinya sebagai anggota parlemen. Penyuapnya adalah Chandry Suanda alias Afung, pemilik PT Cahaya Sakti Agro, yang kini juga sudah ditahan. Beberapa kaki-tangan mereka pun ikut ditangkap.

Afung ingin Nyoman menggunakan pengaruhnya sebagai anggota Komisi Perdagangan di Senayan mendorong pemerintah menerbitkan surat persetujuan impor bagi perusahaan-perusahaannya. Duit pelicin sebesar Rp 2 miliar untuk Nyoman hanya uang muka. Total fulus yang dijanjikan buat Nyoman jika berhasil mengegolkan kuota impor bawang putih sebesar 20 ribu ton adalah Rp 40 miliar. Itu tak seberapa dibandingkan dengan total pendapatan Afung yang bisa sampai Rp 1 triliun jika bawangnya dijual Rp 50-60 ribu per kilogram.

Keuntungan dari permainan impor bahan pangan ini memang luar biasa. Berbekal izin dan kuota impor saja, para importir lokal bisa mengatur harga komoditas yang jumlahnya memang terbatas di pasar. Bayangkan, harga bawang putih impor di pelabuhan yang sekitar Rp 10 ribu per kilogram bisa melonjak menjadi Rp 50 ribu per kilogram ketika sampai di tangan konsumen. Menjelang bulan puasa lalu, harga bawang putih bahkan sempat menembus Rp 100 ribu per kilogram.

Advertising
Advertising

Selama ini, pemerintah kerap berdalih bahwa kebijakan kuota impor dibutuhkan untuk melindungi produksi petani lokal. Menjaga kestabilan harga pangan juga dinilai penting sebagai bagian dari upaya melindungi kaum miskin yang daya belinya rendah. Semua alasan itu tak lebih dari kedok semata. Konsumen justru dirugikan oleh penggelembungan harga yang terlampau tinggi.

Apalagi petani kita juga tak akan bisa menanam bawang putih secara besar-besaran meski harganya bagus. Sebagai tanaman subtropis, bawang putih tak cocok ditanam di sebagian besar lahan pertanian yang ada di Indonesia. Walhasil, produksi bawang putih lokal yang hanya 16 ribu ton per tahun tak bakal mampu menutup kebutuhan nasional yang mencapai 500 ribu ton per tahun. Di sinilah para makelar bermain.

Presiden Joko Widodo tak boleh tinggal diam melihat situasi ini. Sistem tata niaga impor komoditas pangan di Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan harus segera dihapus. Terlebih sudah terbukti: banyak importir lokal seperti Afung punya cantolan pada politikus dan partai tertentu. Menghapuskan sistem kuota tak hanya bakal membasmi mafia impor, tapi juga menghilangkan salah satu sumber korupsi politik di Indonesia.

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

1 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

11 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

40 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya