Masa Depan Lembaga Sensor Film

Jumat, 16 Agustus 2019 07:26 WIB

Lembaga Sensor Film atau LSF melakukan sosialisasi Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 14 tahun 2019 tentang Pedoman Penyensoran di Medan, Jumat 9 Agustus 2019. TEMPO | Sahat Simatupang

Kemala Atmojo
Pengamat hukum entertainment

Ada yang berubah dalam rangkaian seleksi calon anggota Lembaga Sensor Film (LSF) tahun ini. Sekarang, sebelum dilakukan wawancara oleh panitia seleksi, para peserta diwajibkan mengikuti proses assessment yang dilakukan kementerian dengan bantuan assessor independen. Hasil assessment ini digunakan panitia seleksi dan kementerian sebagai referensi untuk proses selanjutnya. Masalah integritas juga menjadi perhatian kementerian, terutama bagi anggota lama yang mendaftar ulang untuk periode kedua. Hal ini tentu merupakan perkembangan yang baik dan patut diapresiasi.

Suka tidak suka, LSF masih ada dalam Undang-Undang Perfilman. Karena itu, ia masih eksis hingga kini. Agak aneh, memang, di zaman sekarang masih ada sensor bagi warga negara yang ingin mengekspresikan dirinya. Padahal, kebebasan masyarakat untuk menyatakan pendapat; mengembangkan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan, teknologi, seni, serta budaya; dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya dijamin oleh konstitusi dan Undang-Undang Hak Asasi Manusia.

Kebebasan ini sudah lama dinikmati para jurnalis, penulis buku, politikus, dan profesi lainnya. Herannya, untuk insan perfilman, kebebasan itu belum sepenuhnya bisa dinikmati. Hal itu terjadi karena kita gagal menuntaskan diri sebagai bangsa yang merdeka. Lembaga sensor yang dibuat pemerintah Hindia Belanda itu tetap dipertahankan ketika Indonesia merdeka.

Benar bahwa kebebasan boleh dibatasi. Tapi, dalam konteks hak asasi manusia, hak seseorang hanya boleh dibatasi melalui undang-undang, yang semata-mata untuk menjamin pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia dan kebebasan dasar orang lain, kesusilaan, ketertiban umum, dan kepentingan bangsa. Jadi, dalam konteks film, jika tidak ada adegan atau dialog yang melanggar hak asasi orang lain serta hal-hal lain yang sudah disebutkan di atas, adegan atau dialog itu sebaiknya tidak dihilangkan. Penghilangan itu juga berpotensi melanggar hak moral pencipta yang diatur dalam Undang-Undang Hak Cipta. Kita tahu, salah satu unsur dari hak moral pencipta adalah soal keutuhan karyanya.

Advertising
Advertising

Karena itu, anggota LSF yang akan datang diharapkan tidak saja mengerti mengenai nilai intrinsik film, tapi juga harus progresif dan memahami perkembangan zaman. Jangan sampai LSF menjadi hantu bagi insan perfilman, sehingga kreativitasnya tidak bisa disalurkan. Lebih gawat lagi jika-saking takutnya kepada LSF-ide-ide mereka sudah harus dibatasi bahkan sebelum skenario ditulis dan film diproduksi.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 14 Tahun 2019 tentang Pedoman dan Kriteria Penyensoran, Penggolongan Usia Penonton, dan Penarikan Film dan Iklan Film dari Peredaran untuk sementara bisa menjadi acuan anggota sensor periode mendatang. Di situ wajah LSF sudah lebih ramah dibanding sebelumnya. Nantinya, setelah insan perfilman memiliki kode etik produksi, seperti halnya wartawan punya kode etik jurnalistik, lembaga ini bisa lebih berfokus pada penggolongan usia penonton. Nama Lembaga Sensor Film juga bisa diganti menjadi Lembaga Klasifikasi Film.

Penggolongan usia atau rating system ini bertujuan untuk membantu orang tua dan calon penonton dalam menentukan film apa yang cocok bagi anaknya atau mereka sendiri. Di Indonesia, ada empat penggolongan usia penonton, yakni SU (semua umur), R13 (13 tahun ke atas), D17 (17 tahun ke atas), dan D21 (21 tahun atau lebih). Meski tidak sama persis, saya sering menganalogikan penggolongan usia ini sebagai "aturan pakai" dalam produk obat-obatan. Maka masyarakat juga perlu dididik agar meminum obat sesuai dengan aturan pakainya. Jangan sampai orang salah menggunakan aturan pakai, obatnya yang disalahkan, lalu memprotes, menolak, dan membuat petisi. Sikap semacam itu juga sangat menjengkelkan.

Masih berkaitan dengan seleksi calon anggota LSF, salah satu prosedur yang harus dilewati adalah konsultasi, bukan uji kelayakan dan kepatutan, dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Maka, sesuai dengan Undang-Undang Perfilman, konsultasi selayaknya dilakukan dengan komisi yang membidangi kebudayaan, bukan komisi yang mengurusi masalah keamanan, seperti yang selama ini terjadi. Salah satu tujuan perubahan aturan dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1992 menjadi Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 adalah menentukan paradigma baru: menggeser film yang sebelumnya kental unsur politiknya ke arah rumpun kebudayaan. Dalam undang-undang baru itu sudah disebutkan secara jelas bahwa menteri yang membidangi masalah perfilman adalah menteri kebudayaan, bukan menteri pertahanan dan keamanan. Jadi, jangan salah berkonsultasi.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

7 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

36 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.

Baca Selengkapnya