Alarm Perusahaan Negara

Penulis

Senin, 5 Agustus 2019 07:50 WIB

KPK menetapkan Dirkeu PT Angkasa Pura II Andra Y Agussalam sebagai tersangka.

Penetapan Direktur Keuangan PT Angkasa Pura II, Andra Y. Agussalam, sebagai tersangka mengindikasikan amburadulnya tata kelola badan usaha milik negara (BUMN) itu. Komisi Pemberantasan Korupsi menduga Andra menerima besel sebesar Sin$ 96.700 berkaitan dengan proyek pengadaan sistem penanganan bagasi (baggage handling system). Status tersangka ini menambah panjang daftar petinggi perusahaan negara yang terlibat perkara korupsi.

Indikasi keterlibatan Andra dalam pusaran perkara sangat telak. Ia ditengarai terlibat aktif mengatur agar proyek di enam bandara itu jatuh ke pangkuan PT Industri Telekomunikasi Indonesia (INTI), yang juga berstatus perusahaan pelat merah. Caranya, mengarahkan Angkasa Pura Properindo-anak usaha Angkasa Pura II-agar melakukan penunjukan langsung dan tidak menggelar tender seperti rencana semula.

Padahal, dalam pedoman perusahaan, penunjukan langsung hanya dapat dilakukan apabila terjadi justifikasi dari unit teknis bahwa barang atau jasa hanya disediakan satu pabrikan, satu pemegang paten, atau perusahaan yang memiliki izin dari pemilik paten. Namun Andra mengabaikan rambu-rambu itu.

Praktik lancung yang dilakukan Andra-juga Taswin Nur, staf pegawai PT INTI yang diduga menyerahkan duit-jelas menerabas lima prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance), yakni keterbukaan, akuntabilitas, tanggung jawab, independensi, dan kesetaraan. Baik menerima maupun menyerahkan suap serta meniadakan kesempatan yang sama bagi pelaku usaha lain melalui kompetisi yang sehat merupakan praktik lancung. Andra juga diduga "bermain" dalam proyek pengadaan yang lain.

Apa yang terjadi di Angkasa Pura II dan PT INTI menambah panjang daftar petinggi perusahaan negara yang terjerat kasus korupsi. Hal tersebut merupakan akibat dari praktik penunjukan direksi dan komisaris BUMN yang kerap mengabaikan integritas dan kapabilitas. Mereka dipilih karena memiliki kedekatan dengan partai politik dan petinggi negeri. Bagi-bagi kursi semacam ini melabrak sistem merit sekaligus membuka peluang praktik lancung di perusahaan negara yang memiliki total aset Rp 8.207 triliun.

Advertising
Advertising

Celakanya lagi, pelaksanaan tata kelola badan usaha milik negara tampaknya tak pernah menjadi perhatian serius pemerintah. Satu-satunya instrumen yang mengawasi pelaksanaan tata kelola hanya Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor 01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik pada Badan Usaha Milik Negara. Isinya pun cuma imbauan tanpa kejelasan sanksi bagi pelanggarnya. Tidak mengherankan jika pencegahan korupsi dan pengawasan internal terhadap pengelolaan BUMN amat lemah.

KPK menyebutkan sepanjang 2004-2018 terdapat 56 BUMN/BUMD yang tersangkut kasus korupsi. Sederet perkara itu seharusnya menjadi alarm bagi pemerintah untuk serius memperkuat pengawasan internal dan sistem pencegahan korupsi di perusahaan negara. Termasuk penggunaan sistem merit dalam proses seleksi komisaris dan direksi. Tanpa itu semua, petinggi perusahaan negara akan terus terperosok ke kubangan korupsi.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

8 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

37 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.

Baca Selengkapnya