Blunder Komando Operasi Khusus

Penulis

Kamis, 1 Agustus 2019 07:00 WIB

Aksi prajurit Kopassus melompat untuk menghancurkan papan dalam peringatan HUT ke-67 Kopassus di Mako Kopassus Cijantung, Jakarta, Rabu, 24 April 2019. ANTARA

Keputusan Presiden Joko Widodo membentuk Komando Operasi Khusus dari Tentara Nasional Indonesia (TNI) guna menangani terorisme adalah kemunduran dalam kehidupan berdemokrasi dan bertentangan dengan undang-undang. Kewenangan menangani kejahatan itu seharusnya tetap berada di tangan kepolisian.

Banyak pihak, termasuk media ini, sedari awal menolak pelibatan TNI dalam penanganan terorisme. Namun upaya itu tetap dilakukan pemerintah. Pada mulanya, Undang-Undang Terorisme diubah menjadi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang menyisipkan pasal tentang peran TNI.

Mengabaikan berbagai protes, Jokowi melanjutkan dengan menerbitkan peraturan untuk membentuk Komando Operasi Khusus sebagaimana disyaratkan undang-undang baru. Komando ini merupakan kesatuan yang beranggotakan prajurit pasukan khusus dari Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara, yang dipimpin seorang komandan yang bertanggung jawab langsung kepada Panglima TNI.

Kebijakan Presiden ini mengacaukan pembagian peran antara TNI dan kepolisian. Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dengan jelas menyatakan bahwa terorisme adalah kejahatan pidana sehingga harus ditangani dengan hukum pidana, yang merupakan kewenangan kepolisian. TNI dilibatkan bila teror mengancam kedaulatan negara.

Dalam konteks ini, peraturan presiden itu jadi bermasalah. Ayat 1 Pasal 46B dalam peraturan itu menyatakan bahwa pembentukan komando ini bertujuan mendukung tugas pokok TNI. Tugas pokok yang mana? Undang-Undang TNI dengan jelas mengatur bahwa tugas pokok militer adalah berperang dan menjalankan 14 tugas selain perang, dari mengatasi gerakan separatis bersenjata hingga membantu mengamankan pelayaran dan penerbangan dari pembajakan. Adapun Pasal 14 Undang-Undang Kepolisian mengatur bahwa polisilah yang melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana, termasuk terorisme.

Advertising
Advertising

Pelibatan TNI dapat memicu benturan antara TNI dan Kepolisian RI karena peraturan baru itu tak merincinya. Bisa-bisa kedua lembaga berebut dalam menangani suatu perkara terorisme hanya agar bendera lembaganya berkibar atau penanganan perkara menjadi ajang kenaikan pangkat. Lebih buruk lagi bila benturan itu pecah menjadi konflik fisik. Kita tentu tak mengharapkan hal ini terjadi.

Detasemen Khusus Antiteror Kepolisian RI, yang selama ini aktif menangani terorisme, adalah pasukan elite mumpuni yang didukung personel yang unggul dan peralatan yang canggih. Bila kinerja mereka selama ini masih dianggap kurang, yang diperlukan adalah meningkatkan kemampuan personel dan lembaganya, bukan menyerahkan penanganan terorisme ke lembaga lain.

Memberi kewenangan besar kepada militer untuk menangani terorisme juga bertentangan dengan supremasi sipil yang telah kita perjuangkan sejak reformasi 1998. Langkah Jokowi untuk mengundang kembali militer ke ranah publik sama saja dengan membawa negeri ini kembali ke zaman Orde Baru ketika militer campur tangan di semua bidang kehidupan masyarakat. Presiden harus segera mencabut peraturan mengenai pembentukan Komando Operasi Khusus karena jelas peraturan itu akan menimbulkan lebih banyak masalah pada kemudian hari.

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

1 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

10 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

39 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya