Korupsi Berulang Kepala Daerah

Penulis

Selasa, 30 Juli 2019 07:37 WIB

Tiga tersangka anggota DPRD Kota Malang Syaiful Rusdi (kiri), Abdul Hakim (dua kiri), Imam Fauzi dan tersangka Kepala Dinas Bina Marga Lampung Tengah Taufik Rahman (kanan), seusai menjalani pemeriksaan, di gedung KPK, Jakarta, 23 April 2018. Syaiful Rusdi, Abdul Hakim, dan Imam Fauzi diperiksa kasus dugaan suap pembahasan APBD-P Pemkot Malang tahun anggaran 2015 dan Taufik Rahman diperiksa kasus suap persetujuan pinjaman daerah untuk APBD Kabupaten Lampung Tengah TA 2018. TEMPO/Imam Sukamto

MERINGKUK di penjara karena perkara korupsi ternyata tidak membuat Bupati Kudus Muhammad Tamzil jera. Hanya berselang empat tahun setelah keluar dari bui, Tamzil kembali ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi pada Jumat, 26 Juli lalu. Ia diduga menerima suap jual-beli jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kudus dari pelaksana tugas Sekretaris Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Kudus, Akhmad Sofyan.

Bupati Tamzil menjadi residivis kasus korupsi. Saat menjabat Bupati Kudus periode 2003-2008, dia dihukum 22 bulan penjara dalam kasus korupsi pengadaan sarana dan prasarana pendidikan tahun anggaran 2004-2005. Meski pernah menjadi narapidana, pada 2018 dia terpilih kembali menjadi bupati. Tamzil pun menambah panjang daftar kepala daerah yang terjerat kasus korupsi. KPK mencatat 115 kepala daerah ditangkap dalam kurun waktu 2004-2019. Sebelum menciduk Tamzil, KPK menangkap Gubernur Kepulauan Riau Nurdin Basirun pada 10 Juli lalu karena diduga menerima suap pemberian izin proyek reklamasi.

Penangkapan demi penangkapan kepala daerah oleh KPK terbukti gagal memberikan efek jera. Indonesia Corruption Watch menyebut salah satu penyebabnya adalah vonis yang ringan. Lembaga itu mencatat, dari 1.053 perkara korupsi dengan 1.162 terdakwa sepanjang tahun lalu, 918 terdakwa atau 79 persen divonis ringan, yaitu antara 1 dan 4 tahun penjara. Putusan hukum untuk tindak pidana korupsi rata-rata 2 tahun 5 bulan kurungan. Vonisnya meningkat dibanding pada tahun sebelumnya, yang rata-rata 2 tahun 2 bulan kurungan, tapi masih jauh dari harapan publik bahwa pelaku kejahatan luar biasa tersebut harus dihukum berat.

Bukan hanya penegakan hukum yang masih longgar terhadap koruptor. Banyak pihak, termasuk partai politik, juga masih berkompromi dengan para penggarong uang rakyat itu. Sejumlah partai politik bahkan berkukuh mengajukan bekas terpidana kasus korupsi sebagai calon kepala daerah. Partai politik kerap berlindung di balik undang-undang pilkada. Undang-undang tersebut tidak melarang bekas terpidana perkara korupsi mencalonkan diri sebagai kepala daerah, asalkan secara terbuka telah mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan adalah bekas narapidana.

Revisi undang-undang pilkada dengan memasukkan pasal larangan bekas terpidana korupsi mencalonkan diri sebagai kepala daerah dapat menekan terjadinya kejahatan serupa. Sikap yang sangat toleran terhadap koruptor tidak hanya merusak demokrasi, tapi juga membuat korupsi akan terus merajalela. Koruptor telah mencederai kepercayaan rakyat, sehingga tidak pantas mencalonkan diri kembali.

Advertising
Advertising

Penegak hukum tindak pidana korupsi juga perlu mengenakan pasal pencabutan hak politik bagi setiap pelaku dalam jangka waktu tertentu agar para penjarah uang rakyat itu tak mendapat peluang berkuasa kembali. Pencabutan hak politik diatur dalam Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Pasal 18 ayat 1 d Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tentang pidana tambahan berupa pencabutan hak-hak tertentu. Hukuman itu dapat membantu masyarakat menghindari memilih koruptor sebagai pejabat publik.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

8 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

37 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.

Baca Selengkapnya