Mencegah Kekuasaan Oligarkis

Penulis

Senin, 29 Juli 2019 07:37 WIB

Calon Presiden nomor urut 01 Joko Widodo berlari menuju panggung saat Konser Putih Bersatu di Stadion Utama GBK, Jakarta, Sabtu, 13 April 2019. Konser Putih Bersatu menjadi puncak kampanye akbar pasangan capres dan cawapres nomor urut 01, Joko Widodo-Maruf Amin sebelum memasuki masa tenang dan hari pemungutan suara (Pemilu) serentak pada Rabu, 17 April 2019 mendatang. ANTARA

Manuver para elite setelah pemilihan presiden sungguh menjadi tontonan yang menjijikkan. Alih-alih memperjuangkan kepentingan rakyat banyak, seperti yang dipidatokan di panggung-panggung kampanye, mereka tak lebih dari sekadar mengejar sekerat kekuasaan.

Perebutan kursi politik itu dibungkus jargon "rekonsiliasi" para pelaku kontestasi pemilihan presiden, yang dimenangi Joko Widodo-Ma’ruf Amin. Persaingan lima tahunan dibuat seolah-olah sebagai pertarungan hidup-mati, dan karenanya memerlukan rujuk nasional setelahnya. Jargon itu menemukan pijakannya setelah kubu pendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno memprotes hasil pemilihan presiden yang berujung tragedi pada 22-23 Mei 2019. Menurut polisi, sembilan orang tewas dan puluhan orang lainnya terluka akibat kerusuhan yang berawal dari demonstrasi di depan gedung Badan Pengawas Pemilu, Jalan Thamrin, Jakarta Pusat, itu.

Namun, bahkan sebelum luka-luka korban sembuh, kedua kubu sudah berangkulan untuk membagi-bagikan kekuasaan. Para elite bertemu, tapi lebih untuk saling menekan. Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri dan Prabowo makan siang bersama. Petinggi koalisi Jokowi minus PDIP sebelumnya juga bertemu. Bahkan, secara demonstratif, pada hari yang sama, Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh pun makan siang bersama Gubernur DKI Anies Baswedan-yang selama ini dikesankan berseberangan dengan Jokowi. Surya terlihat sedang "mengasapi" kubu partai berlambang banteng itu dengan melontarkan pernyataan yang belum waktunya: Partai NasDem mendukung Anies pada pemilihan presiden 2024.

Bukan kebetulan, kedua partai sedang berebut posisi strategis, antara lain Jaksa Agung. Partai lain menganggap, dengan menempatkan kadernya di posisi itu, NasDem berhasil memetik keuntungan besar. Pada pemilu lalu, mereka ada kemungkinan mendapat tambahan 20 kursi di Dewan Perwakilan Rakyat. Tak mengherankan jika PDIP mengincarnya. Daya tawar pun ditingkatkan dengan menggandeng Gerindra, partai Prabowo. Dalam konteks itulah "persaingan makan siang" di Teuku Umar dan Gondangdia.

Praktik oligarki seperti ini menempatkan pemilih hanya sebagai kerumunan tak berarti. Kaum oligark menganggap demokrasi hanyalah sarana meraih kekuasaan. Mekanisme cek dan keseimbangan politik, yang mensyaratkan adanya oposisi kuat, dibuang ke keranjang sampah.

Advertising
Advertising

Dalam demokrasi, pihak yang kalah semestinya tidak harus mendapat kompensasi. Kubu yang kalah justru mendapat tempat terhormat, yakni menjadi alat pengontrol pemerintahan. Dengan begitu, kemungkinan pemerintah menyimpang bisa ditangkal sejak awal. Model kompromi yang terjadi sekarang mengindikasikan kembalinya "negara kekeluargaan" ala Orde Baru.

Jokowi memiliki tanggung jawab untuk mencegah hegemoni oligarkis ini. Ia semestinya menempatkan orang yang independen pada posisi-posisi strategis, seperti Jaksa Agung, Menteri Hukum, dan Menteri Keuangan. Ia tak harus terjebak pada bagi-bagi kekuasaan.

Hanya dengan cara itu Jokowi bisa membuktikan ucapannya bahwa pada periode kedua pemerintahannya ia sama sekali tak memiliki beban. Sebaliknya, jika gagal, publik akan kuat menganggap dia betul-betul sebagai petugas partai.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

4 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

33 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.

Baca Selengkapnya