Prabowo, Jadilah Oposisi

Penulis

Selasa, 23 Juli 2019 07:00 WIB

Presiden Joko Widodo atau Jokowi (kiri) berbincang dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto (kanan) saat pertemuan di FX Senayan, Jakarta, Sabtu, 13 Juli 2019. ANTARA

PERTEMUAN Prabowo Subianto dan Joko Widodo di kereta moda raya terpadu (MRT) dua pekan lalu menggembirakan sekaligus mencemaskan. Dua seteru dalam pemilihan presiden 2014 dan 2019 ini akhirnya bisa duduk bersama di tengah tajamnya polarisasi kedua pendukung mereka. Pertemuan itu tanda bahwa perseteruan politik bisa berakhir dengan senyum dan saling rangkul.

Pada saat yang sama, "rujuk" keduanya menjadi mencemaskan karena disusul lobi-lobi politik di belakang mereka. Pendukung Jokowi, yang memenangi pemilihan presiden untuk kedua kalinya, berusaha mengajak partai penyokong Prabowo bergabung dalam pemerintahan. Lobi-lobi ini mencemaskan terutama karena partai-partai yang dirangkul itu menunjukkan tanda-tanda menerima ajakan.

Jika Gerindra, Partai Amanat Nasional, Partai Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera bergabung dengan pemerintah, Jokowi praktis akan menjadi penguasa tunggal. Tak ada lagi partai atau pihak yang menjadi tandem kritisnya dalam membuat kebijakan. Padahal demokrasi diciptakan dengan memberikan tempat yang sama kepada penguasa dan oposisinya. Jika itu terjadi, "rekonsiliasi" justru menjadi cemar karena menodai demokrasi.

Sebab, politik yang sehat dimulai dengan kritik. Seusai pertemuan MRT dan makan siang bersama, baik Prabowo maupun Jokowi seharusnya tak hanya mengajak pendukungnya berhenti berseteru. Alih-alih memancing spekulasi soal "rekonsiliasi", Prabowo semestinya mengumumkan sikap partainya sebagai oposisi dalam lima tahun ke depan. Jokowi pun seyogianya menyambut keputusan itu dengan hangat. Jika itu yang terjadi, barulah publik mendapat suguhan politik yang sehat dan mendewasakan.

Sayangnya, realitas politik kita belum seideal itu. Seusai pertemuan, yang santer terdengar justru alotnya negosiasi politik berupa barter kasus-kasus hukum pendukung Prabowo. Jika sampai terjadi, ini preseden sangat buruk bagi demokrasi: politik melampaui hukum yang seharusnya mengendalikan dan menyeimbangkan kekuasaan. Negosiasi semacam itu bahkan berpotensi menegasikan peran pemilu. Jika ujung-ujungnya hanya bagi-bagi kekuasaan, buat apa repot-repot menyelenggarakan pemungutan suara yang sedemikian mahal dan menyita waktu.

Advertising
Advertising

Sebagai pemenang pemilu, Jokowi dan partai pendukungnya tak perlu mendorong Gerindra, PAN, Demokrat, dan PKS masuk arena kekuasaan. Mereka yang kalah punya kesempatan merebutnya lima tahun nanti karena demikianlah siklus demokrasi di mana pun. Ajakan koalisi untuk kubu Prabowo hanya menunjukkan fatamorgana kekuatan Jokowi dan upaya menempuh jalan pintas dalam menjalankan pemerintahan.

Usia demokrasi di negeri ini memang masih muda. Namun, jika polarisasi dan kegaduhan keniscayaan dalam sistem politik ini selalu diselesaikan dengan barter kekuasaan yang melanggar asas hukum dan etika, kita akan selamanya terperosok ke dalam demokrasi pura-pura. Dalam demokrasi jenis ini, yang berkuasa tetaplah para oligark mereka yang mengendalikan kekuasaan untuk kepentingan kelompoknya semata.

Jokowi dan Prabowo kini punya kesempatan membuat sejarah baru dalam demokrasi Indonesia. Jika Prabowo teguh menjadi oposisi dan Jokowi konsisten tak menegosiasikan hal-hal prinsip dalam barter politik, mereka akan dikenang sebagai negarawan. Sebaliknya, jika pemerintahan baru kelak menjadi ajang bagi-bagi belaka, mereka berdua akan dikenang sebagai politikus bermuka dua yang rela melakukan apa saja demi sepotong kuasa.

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

1 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

10 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

39 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya