Bukan Tim Pencari Prasangka

Penulis

Kamis, 18 Juli 2019 07:00 WIB

Penyidik senior KPK Novel Baswedan, memberikan keterangan kepada awak media, di gedung KPK, Jakarta, 20 Juni 2019. Novel Baswedan, diperiksa penyidik dari Polda Metro Jaya dan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) sebagai saksi terkait kasus penyiraman air keras terhadap dirinya. TEMPO/Imam Sukamto

Temuan tim pencari fakta kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan, mengecewakan. Kesimpulan bahwa penyiraman itu dilatarbelakangi dendam karena Novel Baswedan dianggap menggunakan wewenang secara berlebihan sungguh menyesatkan sekaligus melenceng dari tugas utama tim tersebut. Tim yang seharusnya mencari tahu siapa eksekutor dan dalang di balik peristiwa itu justru balik menyerang korban.

Peristiwa penyiraman air keras yang mengakibatkan mata kiri Novel Baswedan rusak sampai 95 persen jelas merupakan ancaman bagi siapa pun yang melawan korupsi. Urusan syak wasangka, seperti unsur balas dendam yang disampaikan tim pencari fakta, biarlah menjadi domain dalam persidangan nanti. Terlebih resume tim pencari fakta berpotensi membelit Novel pada masalah baru dengan tuduhan menggunakan kewenangan secara berlebihan.

Misteri penyerangan terhadap Novel bisa dimulai dari mengungkap pelaku penyiraman pada Selasa subuh, 11 April 2017. Apalagi polisi pernah merilis sketsa wajah dua orang yang diduga menyiramkan air keras ke Novel pada Agustus dan November 2017.

Tim pencari fakta juga bisa memulai penelusuran dari keterangan yang pernah disampaikan Novel Baswedan saat diperiksa di kantor Kedutaan Besar Indonesia di Singapura, empat bulan setelah penyerangan. Novel memberikan petunjuk dan menyebutkan nama seseorang yang sudah sepatutnya ditelisik lebih lanjut.

Kerja tim pencari fakta bentukan Kepala Kepolisian RI, Jenderal Tito Karnavian, ini sia-sia. Tak ada kemajuan untuk mengungkap kasus penyerangan terhadap Novel. Tim yang dibentuk pada 8 Januari 2019 ini didominasi aparat kepolisian sebanyak 52 orang, enam perwakilan KPK, dan tujuh pakar di luar kepolisian. Dari sisi jumlah keanggotaan, terlihat siapa yang paling dominan dalam kasus ini. Adapun sudah menjadi rahasia umum ada sentimen antara kepolisian dan KPK dalam menangani kasus korupsi.

Advertising
Advertising

Masih ingat perseteruan cicak versus buaya yang mengemuka pada 2008? Episode itu belum tutup buku. Jika diperhatikan, selalu ada pola yang sama untuk melemahkan KPK. Caranya, menarik penyidik kepolisian yang bertugas di KPK ketika lembaga antikorupsi ini sedang menelisik kasus yang disinyalir berkaitan dengan unsur kepolisian. Ini memang salah satu titik kritis KPK.

Jadi sudah gamblang bahwa kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan bukan tindak kriminal biasa. Ada persoalan kepentingan di antara lembaga negara yang harus diselesaikan, dan di sini Presiden Joko Widodo mesti mengambil peran.

Jokowi seharusnya bersikap tegas. Presiden harus membentuk tim independen yang berorientasi pada kebenaran dan diisi orang-orang tepercaya dari berbagai unsur. Jangan biarkan kasus penyerangan terhadap Novel menjadi ganjalan reformasi hukum dan menghambat pemberantasan korupsi dalam pemerintahan Jokowi lima tahun ke depan.

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

4 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

13 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

42 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya