Narasi Lawas Pidato Jokowi

Penulis

Selasa, 16 Juli 2019 07:00 WIB

Presiden terpilih Joko Widodo menyampaikan lima visi pemerintahannya untuk periode kedua nanti dalam pidato bertajuk "Visi Indonesia" di Sentul International Convention Center, Bogor, Jawa Barat, Ahad malam, 14 Juli 2019. TEMPO/Budiarti Utami Putri.

PIDATO pertama Joko Widodo sebagai presiden terpilih 2019 bertajuk "Visi Indonesia" pada Ahad malam lalu sesungguhnya merupakan narasi yang diulang-ulang. Dalam pidato selama lebih-kurang 20 menit itu, Jokowi menegaskan kembali mengenai orientasi pemerintahannya yang sangat terbuka terhadap modal dan investasi.

Isi pidato itu, misalnya, menyangkut ide reformasi birokrasi, pembangunan infrastruktur, serta pembenahan sumber daya manusia, persis dengan apa yang ia sampaikan lima tahun lalu saat terpilih menjadi presiden pada periode pertama. Padahal, semestinya Jokowi cukup menegaskan tentang apa yang sudah dilakukan selama lima tahun lalu serta apa yang perlu disempurnakan untuk periode berikutnya.

Dengan pengulangan ini, Jokowi justru terkesan hendak menyampaikan bahwa program ekonomi dan investasi pada periode pertama pemerintahannya belum terlihat hasilnya. Kalaupun hendak menegaskan soal pembangunan ekonomi, seharusnya Jokowi memilih tentang penekanan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik.

Soal tata kelola pembangunan yang menghargai prinsip tata kelola pemerintahan yang baik perlu disampaikan karena hal itu kerap diabaikan selama ini. Percepatan program pembangunan yang mengabaikan prinsip dasar itu semestinya tak perlu dipraktikkan lagi dalam lima tahun ke depan.

Dalam pidatonya, Jokowi juga tak menyinggung soal penegakan hukum. Padahal, kegaduhan politik, konflik sosial, kesenjangan, dan ketidakadilan di masyarakat muncul karena lemahnya penegakan hukum. Bidang ini menjadi sorotan dalam periode kepemimpinannya yang pertama. Misalnya, tak kunjung ditemukannya pelaku teror penyiraman air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi Novel Baswedan serta kerusuhan 21-22 Mei lalu. Jokowi seharusnya bisa menjawab kegelisahan rakyat akibat penegakan hukum yang bermasalah.

Advertising
Advertising

Persoalan terbesar dari pidato itu adalah narasi pemerintah yang sepertinya hendak memisahkan antara pembangunan ekonomi dan kebebasan demokrasi serta hak asasi manusia (HAM). Dalam pidatonya, Jokowi terlihat menggebu-gebu membahas investasi ekonomi dan pembangunan infrastruktur. Bahkan dia berjanji akan mengejar dan menghajar orang yang menghambat investasi. Cara yang terkesan hantam kromo itu jelas tak sejalan dengan prinsip demokrasi dan berpotensi melanggar HAM.

Pemisahan ini jelas salah kaprah karena merupakan paradigma lama yang kerap dipraktikkan pemerintahan negara otoriter. Paradigma ekonomi nasional semestinya menerapkan pandangan-pandangan lebih baru yang sudah berlaku umum di belahan dunia. Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Bank Dunia sudah menegaskan bahwa pembangunan ekonomi mesti sejalan dengan pembangunan kebebasan demokrasi dan HAM.

Pemisahan pembangunan ekonomi dari kebebasan demokrasi dan HAM juga berbahaya karena akan muncul kebijakan asal cepat dan main terabas di lapangan. Kondisi itu tentu saja bakal menimbulkan ketidakadilan dan ongkos kemanusiaan yang besar.

Pada periode kedua pemerintahan ini, Jokowi semestinya bisa bekerja dengan lebih mendengarkan aspirasi publik, bukan partai-partai yang mengusungnya. Tak kalah penting, ia juga harus melunasi janjinya yang masih terutang, yaitu penuntasan kasus pelanggaran HAM.

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

1 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

10 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

39 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya