Direksi Garuda, Sudahlah...

Penulis

Selasa, 2 Juli 2019 07:06 WIB

Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan Hadiyanto (dua kiri) bersama Deputi Pengawas Pasar Modal II Fakhri Hilmi (dua kanan) memberi keterangan pers Hasil Audit Laporan Keuangan PT Garuda Indonesia Tbk di Gedung Djuanda I, Jakarta, Jumat, 28 Juni 2019. TEMPO/Muhammad Hidayat

Semestinya direksi PT Garuda Indonesia Tbk tak lagi punya keberanian tampil di publik dan dengan gagah menyatakan akan merevisi laporan keuangan. Seyogianya mereka ciut untuk sekadar menyatakan menerima sanksi karena laporan keuangan 2018 ditolak Kementerian Keuangan dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Seharusnya mereka mundur karena gagal menjalankan kewajiban profesional sebagai orang manajemen.

Tapi Indonesia bukan Jepang, yang tiap-tiap pejabatnya punya rasa malu yang besar. Di sini, para pejabat negara yang menikmati uang pajak orang banyak, yang mendapat mandat menjalankan amanat publik mengelola uang masyarakat, masih bisa tersenyum di depan kamera televisi setelah melakukan kesalahan paling memalukan dalam karier profesional mereka: merekayasa laporan keuangan.

Apa yang dilakukan para anggota direksi Garuda tak hanya memalukan secara etika, tapi juga memalukan secara keahlian. Karena bernafsu mendapatkan pujian bisa membenahi keuangan maskapai penerbangan negara yang morat-marit selama ini, mereka memasukkan keuntungan yang masih menjadi piutang sebesar US$ 239,9 juta, sehingga direksi Garuda mengklaim pada 2018 perusahaan pelat merah ini meraup laba bersih Rp 11 miliar.

Para mahasiswa semester pertama akuntansi pasti paham bahwa piutang bukanlah keuntungan riil karena uangnya belum diterima. Apalagi, dalam hal Garuda, setoran dari pihak ketiga itu masih harus dibagi dengan maskapai lain karena kerja sama melibatkan banyak pihak. Selain dananya tak ada, jumlahnya pasti jauh lebih kecil dari yang diklaim direksi.

Maka sanksi atas laporan memalukan ini semestinya tak hanya berupa denda tanggung renteng direksi sebesar masing-masing Rp 100 juta, tapi juga ditanggung oleh Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sebagai pemilik saham mayoritas, para pejabat di kementerian ini yang pertama menerima laporan keuangan sebelum diperiksa OJK. Seharusnya mereka menegur atas rekayasa ini sebelum OJK menelisiknya sejak dua bulan lalu, bukan malah membelanya ketika dugaan rekayasa itu terkuak.

Advertising
Advertising

Para pejabat Kementerian BUMN pula yang memilih para direksi Garuda. Kejadian ini telah menunjukkan bahwa mereka gagal menunjuk pejabat yang benar untuk perusahaan sebesar Garuda yang sudah dikenal di seluruh dunia. Garuda menjadi barometer pengelolaan maskapai di Indonesia. Jika perusahaan itu dikelola secara serampangan dan main-main seperti ini, tak mengherankan jika maskapai lain bisa lebih rusak.

Industri penerbangan adalah industri yang padat modal. Industri ini memerlukan ahli keuangan, ahli manajemen, dan ahli aviasi yang mumpuni. Memilih para pengelola karena kedekatan dan haluan politik hanya akan menjerumuskan perusahaan ini terus-menerus ke dalam kubangan kerugian. Hal itulah yang terlihat dari kinerja para komisaris yang mewakili pemerintah-mereka yang dipilih karena balas jasa telah membela Presiden dalam pemilihan umum.

Para elite sudah saatnya insaf. Menyerahkan perusahaan negara sebesar Garuda kepada orang-orang yang tidak kompeten hanya memelihara kerusakan yang sudah berurat-akar. Garuda harus direformasi sejak dari direksi hingga komisarisnya. Jika kualitas pengelolanya masih seperti ini, jangan harap kita punya perusahaan negara penerbangan yang disegani, atau dilepas sama sekali dari cengkeraman pemerintah.

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

2 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

11 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

40 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya