800 Hari Kasus Novel

Penulis

Jumat, 21 Juni 2019 07:31 WIB

Penyidik senior KPK Novel Baswedan, memberikan keterangan kepada awak media, di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 20 Juni 2019. Telah memasuki 800 hari, pelaku penyiraman Novel Baswedan belum terungkap. TEMPO/Imam Sukamto

Kemarin, tepat 800 hari setelah penyerangan terhadap Novel, pengungkapan kasus ini masih juga jalan di tempat. Selama pelaku dan dalangnya belum tertangkap, kasus ini akan terus menjadi utang besar pemerintah Joko Widodo. Presiden tak hanya berutang kepada Novel dan keluarganya, tapi juga kepada gerakan pemberantasan korupsi dan penegakan hak asasi manusia.

Memang Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) masih terus bekerja. Kemarin, mereka kembali memeriksa Novel. Ini pemeriksaan kedua terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi itu. Masalahnya, hingga pemeriksaan terakhir, belum ada tanda-tanda bahwa TGPF telah menemukan titik terang soal pelaku penyerangan. Materi pemeriksaan mengulang-ulang seputar apa yang diingat Novel ketika disiram air keras oleh dua orang tak dikenal.

Tim gabungan pencari fakta yang beranggotakan 65 orang itu seharusnya bergerak lebih maju dan lebih gesit. Ada banyak petunjuk yang belum mereka telusuri. Padahal mereka tak hanya dikejar tenggat, di pundak mereka juga ada harapan publik yang sangat besar agar kasus penyerangan atas Novel terungkap dengan gamblang.

Ketika pemerintah Jokowi membentuk TGPF pada 8 Januari lalu, di kalangan pegiat antikorupsi dan penegakan hak asasi memang muncul harapan sekaligus pesimisme. Sebagian berharap tim gabungan itu bisa menembus kebuntuan penyidikan yang terkatung-katung selama hampir dua tahun. Tapi, di luar mereka, tak sedikit pula yang mencurigai pembentukan TGPF hanya gimik politik menjelang pemilihan presiden.

Tentu saja, kasus Novel terlalu penting dan tak boleh dijadikan komoditas politik demi meraih dukungan elektoral. Karena itu, seusai pemilu, pemerintah Jokowi harus menepis semua kecurigaan dan membuktikan bahwa TGPF benar-benar dibentuk untuk membongkar kasus penyerangan atas Novel.

Advertising
Advertising

Sinyalemen dari tim pengacara Novel ihwal dugaan keterlibatan oknum polisi dalam penyerangan jangan dibiarkan menguap tersapu waktu. Kepolisian tak perlu kebakaran jenggot dan bersikap defensif. Demi membersihkan institusi, polisi justru harus ikut dengan sungguh-sungguh mengungkap siapa oknum tersebut. Bila penyerangan atas Novel sampai tak terbongkar, komitmen dan keseriusan aparat pasti bakal disorot publik.

Pemerintah tidak boleh lupa bahwa membiarkan kasus Novel tak terpecahkan bakal memberi kesan buruk ihwal perlindungan hukum terhadap para aktor gerakan antikorupsi. Kegagalan membongkar kasus Novel hanya akan memupuk impunitas atau kekebalan hukum bagi musuh gerakan antikorupsi.

Tak berlebihan kiranya bila orang ramai menjadikan kasus Novel sebagai salah satu barometer keberhasilan atau kegagalan pemerintah dalam memerangi korupsi. Bila TGPF sampai gagal mengungkap kasus Novel, nama baik Jokowi sendiri yang dipertaruhkan.

Karena itu, Presiden Jokowi tak boleh berhenti dengan hanya membentuk TGPF dan membiarkan mereka bekerja ala kadarnya. Dengan segala wewenangnya, Presiden harus memastikan mereka bekerja sungguh-sungguh dalam jangka waktu dan target yang lebih jelas. Hanya dengan cara itu, Jokowi bisa melunasi utangnya kepada Novel dan gerakan antikorupsi di negeri ini.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

8 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

37 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.

Baca Selengkapnya