Burka, Aturan Agama Apa?

Jumat, 21 Juni 2019 09:29 WIB

Soe Tjen Marching
Dosen senior di Departemen Asia Tenggara, SOAS - University of London

Baru-baru ini, dalam perjalanan pulang ke Indonesia dari London, saya bertemu dengan seorang wanita dari Timur Tengah di pesawat. Dia bercerita tentang bagaimana suaminya mengharuskan dia memakai burka, yang dianggapnya Islami. Memang, baju-baju burka juga menjamur di beberapa daerah di Indonesia karena dianggap sebagai simbol keislaman.

Namun hal ini justru mengingatkan saya kepada tradisi lain, yaitu tradisi salah satu sekte Yahudi bernama Haredi. Sekte Haredi yang mengharuskan para perempuannya memakai burka ini tinggal di Kota Beit Shemesh dan Safed di Israel. Busana yang seperti burka ini juga dikenal dengan nama frumka (kombinasi dari kata Yahudi, frum, yang artinya taat, dan burka).

Sekte Haredi percaya bahwa perempuan yang berbusana serba tertutup ini akan memperoleh keselamatan dan sekitar 3.500 tahun yang lalu, wanita-wanita suci dari kalangan orang Yahudi juga menutup tubuhnya sedemikian rupa. Mereka berpegang pada ajaran rabi Moses bin Maimon, yang pada abad ke-12 menyerukan wanita Yahudi harus berbusana sopan dan sederhana dengan menutup seluruh tubuh mereka ketika berada di depan umum.

Seperti juga bagaimana beberapa ulama dan peneliti agama Islam menolak adanya keharusan berburka, beberapa rabi Yahudi modern menolak interpretasi berbusana seperti ini dan berkata tidak ada ajaran seperti itu dalam agama Yahudi.

Advertising
Advertising

Budaya dan tradisi memang tidak lepas dari interpretasi dan perubahan. Namun, hampir selalu, interpretasi itu berada di tangan pemegang kekuasaan, yang biasanya kelompok patriarki. Karena itu, dalam tradisi-tradisi seperti ini, yang diributkan sering kali adalah baju perempuan dan keharusan bagi perempuan. Perempuan diwajibkan mematuhinya, tanpa peduli apakah keharusan ini membahagiakan perempuan tersebut atau justru menyiksa mereka. Namun tidak jarang budaya patriarkis seperti ini kemudian juga diadopsi oleh perempuan sendiri. Sekte Haredi, misalnya, digalang oleh seorang wanita bernama Bruria Keren.

Menarik juga untuk disimak bahwa pada awal 2016, beberapa anggota parlemen Mesir mencoba melarang burka dengan alasan busana ini bukanlah akidah agama Islam. Salah satu anggota parlemen, Amna Nosseir, yang juga seorang profesor ilmu hukum perbandingan di Universitas Al-Azhar, menyatakan menutup wajah bukanlah keharusan dalam Islam dan busana seperti ini justru berasal dari budaya non-Islami. Usaha parlemen Mesir ini gagal. Namun, dari kejadian ini, kita bisa melihat bahwa yang dianggap kaidah agama tertentu sering kali menjadi begitu berbeda pada tempat, waktu, dan masyarakat yang berbeda pula.

Budaya dan tradisi adalah proses yang selalu berevolusi seiring dengan waktu dan terkadang menjadi kancah perdebatan yang luar biasa. Apa yang dianggap sebagai simbol keagamaan di suatu tempat justru dianggap berbeda di tempat lain. Lalu mengapa masih ada keharusan-keharusan yang begitu membelenggu hanya demi sebuah interpretasi yang tak pasti?

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

5 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

34 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.

Baca Selengkapnya