Nasib Anak-anak Kerusuhan Mei

Senin, 17 Juni 2019 07:50 WIB

Koferensi pers Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) soal keterlibatan anak di kerusuhan 22 Mei 2019. Tempo/ Fikri Arigi.

Reza Indragiri Amriel
Alumnus Psikologi Forensik University of Melbourne

Mari kita cek situs Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Pengecekan ini diperlukan agar masyarakat tahu sikap resmi sekaligus arah kerja Komisi mengenai anak-anak yang disebut-sebut memiliki keterkaitan dengan peristiwa 21-22 Mei 2019.

Komisi jelas harus memutakhirkan datanya. Jumlah anak tewas, yaitu tiga orang, tidak sinkron dengan data yang dimiliki Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Seiring dengan itu, yang dinantikan adalah kesanggupan Komisi mengangkat masalah tewasnya anak-anak yang dimaksud ke level yang lebih tinggi sehingga bisa "memaksa" pemimpin tertinggi nasional menaruh atensi khusus terhadapnya, seperti ketika Komisi mengangkat isu kejahatan seksual terhadap anak pada tahun lalu.

Asrorun Ni’am Sholeh, Ketua KPAI masa itu, berdampingan dengan Presiden Jokowi meluncurkan pernyataan dari Istana bahwa Indonesia berada dalam situasi darurat kejahatan seksual terhadap anak dan kejahatan tersebut merupakan kejahatan luar biasa. Hal tersebut berlanjut dengan keluarnya Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2014 tentang Gerakan Nasional Anti-Kejahatan Seksual terhadap Anak. Puncaknya adalah disahkannya revisi kedua atas Undang-Undang Perlindungan Anak.

Gebrakan semacam itu pula yang sesungguhnya juga dinantikan dalam isu terbunuhnya empat bocah dan lima puluh lebih anak-anak lain yang diamankan polisi pada 21-22 Mei lalu. Masalah anak-anak tersebut, khususnya empat yang tewas, terlihat redup dibandingkan dengan perkembangan isu tewasnya delapan orang dewasa pada periode waktu yang sama.

Advertising
Advertising

Perhatian berskala lebih besar terhadap meninggalnya anak-anak itu dan proses hukum atas puluhan anak lain sebenarnya sangat dibutuhkan. Salah satu kepentingan yang harus direalisasi, di samping pertanyaan KPAI tentang sebab-musabab tewasnya mereka, adalah menemukan aktor yang menghabisi mereka serta memastikan adanya sanksi yang akan dikenakan terhadap para pelaku nantinya. Puncak dari proses pengusutan nanti adalah tersedianya ganti rugi (restitusi dan, lebih-lebih lagi, kompensasi) bagi keluarga anak-anak tersebut yang patut diikhtiarkan secara maksimal.

Situasi kerusuhan Mei 2019 berlangsung sangat dramatis. Narasi-narasi tentang orkestrasi di balik kerusuhan itu, sebagaimana dideskripsikan oleh otoritas hukum, juga menambah bobot keseriusan kejadian tersebut. Sangat disesalkan bahwa dalam malapetaka sedahsyat itu negara gagal memberikan perlindungan, terutama bagi empat warga negaranya yang masih berusia kanak-kanak. Di situlah letak penalaran mengapa kompensasi harus ditunaikan.

Isu ini semakin mendesak jika semua pihak mafhum akan pranata global Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya tujuan nomor 16 mengenai penghentian segala bentuk kekerasan terhadap anak serta penghentian tindakan penganiayaan, penelantaran, dan eksploitasi anak. Target ini bahkan diarusutamakan melampaui target-target lainnya, juga berhubungan dengan penghentian kekerasan.

Dengan penalaran seperti di atas, pemberian kompensasi bagi keluarga keempat korban kanak-kanak semestinya dapat didahulukan. KPAI perlu melakukan lompatan besar dengan juga mencantumkan masalah kompensasi ini sebagai sikap resminya. Sikap itu menjadi tombol pemantik bagi kementerian dan lembaga terkait untuk selekas mungkin merealisasi kompensasi tersebut.

Ditarik ke tataran lebih luas, perlu dipastikan bahwa setiap tahap penanganan anak dari hulu hingga hilir benar-benar nirkekerasan. Pada konteks 21-22 Mei inilah saya teringat akan dokumen yang dikeluarkan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 2004. Dokumen Human Rights Standards and Practices for the Police itu memuat bagian khusus tentang perlakuan bagi anak. Berangkat dari salah satu butir di dalam dokumen tersebut, sangat baik bagi anak-anak apabila tersedia pengacara-pengacara serta personel polisi, pastinya yang berintegritas sekaligus ramah anak yang melakukan pendampingan intensif.

Ramah anak bermakna bahwa pengacara itu berkesungguhan hati menegakkan hukum dengan bermodalkan kekuatan pemahaman akan hukum terkait, serta mempunyai kepekaan untuk mencegah trauma berulang pada anak, tak terkecuali guncangan yang diakibatkan oleh proses hukum itu sendiri. Kerja pengacara ramah anak semacam itu sangat berkelindan dengan kerja lembaga pemberi layanan rehabilitasi bagi anak. Tidak hanya membantu anak selaku terduga pelaku, tapi juga anak yang berstatus sebagai korban.

Anak, dengan segala keringkihannya, sangat mungkin terjerembap dalam posisi tumpang-tindihnya korban dan pelaku. Dalam posisi demikian, tentu penanganan anak selaku korban harus didahulukan. Penanganan itu mencakup dimensi hukum, fisik, psikis, dan sosial anak.

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

4 jam lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

9 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

38 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya