Ketika Media Sosial Dibatasi

Penulis

Sabtu, 8 Juni 2019 07:20 WIB

Ilustrasi Media Sosial (Medsos).

Ikhtiar pemerintah memerangi disinformasi demi menyetop eskalasi kerusuhan patut didukung. Bahaya kabar kibul, fitnah, dan hasutan di jagat maya memang tak bisa disepelekan. Hanya, pembatasan komunikasi di media sosial tak boleh dilakukan secara gegabah.

Kebijakan membatasi komunikasi lewat media sosial itu diterapkan pada Rabu, 22 Mei lalu. Pengguna media sosial dan aplikasi percakapan—seperti WhatsApp, Facebook, Instagram, Twitter, dan Line—di Indonesia tak leluasa lagi berbagi informasi. Pembatasan itu dilakukan demi meredam penyebaran konten provokatif setelah demonstrasi menolak hasil pemilihan presiden di Ibu Kota yang berujung rusuh.

Semula pemerintah hanya membatasi pengiriman foto dan video. Faktanya, pesan teks pun sempat terganggu. Situs pemantau NetBlocks mencatat, pada 22 Mei lalu, pelayanan Internet sejumlah operator sempat tak bisa diakses selama beberapa jam. Lalu lintas informasi di media sosial pun tercekik.

Kebijakan darurat itu memang belum ada presedennya. Di tengah situasi sosial-politik yang genting, tindakan cepat untuk membendung kabar bohong memang pantas dilakukan. Disinformasi bisa merongrong demokrasi, memicu konflik horizontal, dan memperparah krisis diplomasi di banyak negara. Di Myanmar, misalnya, disinformasi punya andil dalam kejahatan persekusi atas etnis Rohingya. Disinformasi juga merusak kualitas pemilihan presiden di negara seperti Amerika Serikat.

Hanya, pemerintah sebaiknya menyiapkan peraturan yang lebih gamblang untuk mengatur media sosial dalam keadaan darurat. Selama ini, Kementerian Komunikasi dan Informatika hanya berpegang pada Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Sesuai dengan pasal 40 ayat 2 undang-undang ini, pemerintah berhak melindungi kepentingan umum dari penyalahgunaan informasi elektronik. Masalahnya, sampai saat ini, belum ada peraturan pemerintah untuk melaksanakan pembatasan itu.

Advertising
Advertising

Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik—telah diratifikasi Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005—pun memberikan kewenangan kepada kepala negara untuk membatasi hak asasi dalam keadaan darurat yang mengancam kehidupan bangsa. Setelah situasinya berangsur pulih, pembatasan itu mesti segera dicabut.

Pembatasan komunikasi tak cuma harus bersifat sementara. Konten yang dibatasi pun perlu diatur secara jelas. Hanya konten yang benar-benar membahayakan publik yang boleh dibatasi. Misalnya konten provokatif yang bisa memancing orang berbuat anarkistis. Karena itu, tidak tepat bila pemerintah membatasi konten berdasarkan jenis atau formatnya, misalnya semua konten video dan foto. Bila begitu caranya, konten positif pun berpotensi terberangus.

Kita mesti tetap menyadari bahwa pembatasan informasi oleh pemerintah sebenarnya bukanlah cara ideal dalam negara demokrasi. Cara ini mengandaikan masyarakat tak mampu memilah informasi. Pendekatan model ini seyogianya hanya berlaku sementara, ketika tingkat literasi masyarakat masih rendah. Adapun dalam jangka panjang, pendidikan literasi digital bagi semua lapisan warga jauh lebih penting.

Kalaupun terpaksa melakukan pembatasan, negara seharusnya tidak menjadi pelaku tunggal. Negara perlu menggandeng media massa dan penyedia platform media sosial untuk menyaring informasi yang destruktif bagi masyarakat. Di samping lebih partisipatif, cara terakhir itu penting untuk memaksa penyedia platform media sosial lebih bertanggung jawab.

---

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

3 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

32 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.

Baca Selengkapnya