Jangan Asal Wisata Halal

Penulis

Jumat, 7 Juni 2019 16:18 WIB

Presiden Joko Widodo alias Jokowi resmi membuka Halal Park, di kawasan Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK), Senayan, Jakarta, Selasa, 16 April 2019. Jokowi mengatakan pemerintah menargetkan kunjungan wisatawan halal ke Indonesia sebesar 5 juta orang pada 2019. TEMPO/Tony Hartawan

PEMERINTAH perlu meninjau ulang program wisata halal yang dikembangkan lima tahun terakhir. Polemik yang bermunculan di sejumlah daerah dalam menyikapi label “destinasi halal” menunjukkan ada yang keliru dalam kampanye menarik minat wisatawan muslim dunia ke Indonesia. Gegabah menggeber program ini justru bisa memantik persoalan di kemudian hari.

Terminologi wisata halal disadur mentah-mentah dari halal tourism, genre baru pariwisata yang sedekade terakhir berkembang di sejumlah negara untuk membidik besarnya pasar wisatawan muslim internasional. Laporan Global Travel Muslim Index (GMTI) 2019 yang dirilis MasterCard-CrescentRating memperkirakan jumlahnya mencapai 140 juta orang pada tahun lalu, melonjak 42 persen dalam delapan tahun terakhir. Angka tersebut diproyeksikan terus bertambah hingga melampaui 230 juta orang dengan total belanja sebesar US$ 300 miliar—kini senilai Rp 4.300 triliun—dalam sewindu ke depan.

Konsep yang ditawarkan sederhana, yakni memastikan pengunjung muslim tetap dapat memenuhi kewajibannya sebagai umat Islam selama berlibur. Makanan halal, air bersih, dan tempat beribadah menjadi kebutuhan dasar yang harus tersedia.

Sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, yang memiliki lebih dari 800 ribu masjid di penjuru daerah, Indonesia berpotensi memperbesar jumlah kunjungan pelancong muslim dunia, yang tahun lalu hanya 3,5 juta orang. Apalagi laporan terbaru GMTI juga menempatkan Indonesia di peringkat pertama destinasi halal dunia—naik satu peringkat dibanding 2018—bersama Malaysia.

Namun, sebagai gimik pemasaran, upaya menarik wisatawan muslim sebenarnya jauh dari terminologi “wisata halal”, yang bisa salah kaprah diartikan bahwa ada “wisata haram” sebagai kebalikannya. Pemerintah perlu mengkaji ulang nama program ini agar tak menimbulkan kebingungan. Sejumlah negara memilih istilah “muslim friendly”, ramah terhadap turis muslim. Adapun Malaysia menawarkan “islamic tourism”.

Advertising
Advertising

Upaya menarik wisatawan muslim dunia tak perlu memaksakan merek dagang baru ke semua daerah tujuan wisata yang selama ini telah tumbuh dengan kearifan budaya setempat. Konsep wisata halal—apa pun namanya—semestinya bukan disematkan ke daerah tujuan turis seperti kini dilakukan pemerintah dengan menetapkan 10 Destinasi Halal Prioritas Nasional. Pelabelan semacam ini telah memicu polemik. Sejumlah tokoh masyarakat di Kabupaten Tana Toraja dan Toraja Utara, misalnya, menyatakan menolak ide pengembangan wisata halal yang digulirkan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, salah satu destinasi halal prioritas.

Rambu-rambu dalam mengembangkan destinasi ramah turis muslim juga harus dipertegas. Rencana memperkaya ketersediaan makanan bersertifikat halal di destinasi prioritas, misalnya, berisiko memicu pemaksaan hingga pungutan liar kepada pelaku usaha jika tak diatur dengan jelas. Lalu apa juga jaminan bahwa penetapan wisata halal tak akan memicu intimidasi dan tindakan kekerasan terhadap penyedia produk nonhalal?

Pemerintah semestinya berfokus mengembangkan industri dan infrastruktur pendukung pariwisata. Bagaimanapun, sektor ini merupakan tumpuan untuk mendongkrak devisa negara yang tengah kembang-kempis akibat lesunya perdagangan global. Tugas ini tak mudah. Data menunjukkan, empat tahun terakhir, kunjungan wisatawan mancanegara ke negeri ini hanya tumbuh rata-rata 14 persen setiap tahun. Sepanjang 2018, jumlahnya mencapai 15,8 juta turis. Diperlukan pertumbuhan sebesar 26 persen untuk mencapai target 20 juta wisatawan mancanegara pada tahun ini.

---

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

7 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

36 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.

Baca Selengkapnya