Merawat Demokrasi Kita

Rabu, 22 Mei 2019 07:10 WIB

Diskusi 'Tumbal Demokrasi: Di Balik Tragedi Kematian 555 Orang' yang diselenggarakan oleh Indonesia Club di Grand Cemara Hotel, K.H Wahid Hasyim, Jakarta Pusat pada Ahad, 12 Mei 2019. TEMPO/Andita Rahma

Kardiansyah Afkar
Penggiat Hukum Tata Negara

Setiap pilihan demokrasi tentu memiliki suatu konsekuensi yang harus ditanggung. Misalnya, Indonesia memilih konsep demokrasi langsung. Dengan desain pemilu secara serentak seperti sekarang ini, konsekuensinya adalah demokrasi berbiaya mahal dan proses pemilu (proses pemungutan suara dan rekapitulasi suara) memakan waktu yang lama. Banyaknya anggota KPPS yang meninggal dunia tidak dapat dikatakan sebagai sebuah kegagalan dalam berdemokrasi, tapi sebuah musibah. Suatu demokrasi dapat dikatakan gagal apabila demokrasi tersebut mengalami kebuntuan atau kebekuan dalam prosesnya.

Menjaga atau merawat demokrasi dalam suatu negara bukanlah hal yang mudah. Ada beberapa hal yang kiranya perlu diperhatikan agar tatanan politik demokrasi suatu negara tetap berada di jalurnya, yaitu sesuai dengan aturan hukum dan konstitusi serta nilai-nilai demokrasi. Oleh karena itu, untuk merawat demokrasi, ada dua tahapan yang dapat dilakukan, yaitu tahapan sebelum pemilu dan sesudah pemilu.

Pada tahapan sebelum pemilu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pertama, proses untuk menentukan calon presiden dan wakil presiden oleh internal partai politik atau koalisi partai. Partai berperan penting sebagai pintu gerbang penjaga demokrasi dari calon-calon presiden yang memiliki karakter otoriterianisme atau ekstremis yang dapat mengancam keberlangsungan demokrasi. Partai dituntut untuk menghadirkan figur-figur politikus dan calon presiden/wakil presiden yang dapat menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi. Artinya, partai perlu menjaga jarak dari figur politikus yang ekstremis ataupun otoriter, walaupun mereka dapat mendongkrak perolehan suara partai.

Kedua, menolak partai yang anti-demokrasi. Partai anti-demokrasi jelas merupakan ancaman terhadap keberlangsungan demokrasi suatu negara. Misalnya, di Swedia, pada 1930-an, terdapat Organisasi Pemuda Nasionalis Swedia, yang merupakan organisasi sayap Partai Konservatif Swedia (AVF). Tapi organisasi sayap tersebut secara terang-terangan menyatakan anti-demokrasi. Hal tersebut ditanggapi oleh AVF dengan mengeluarkannya dari struktur kepartaian karena dianggap sebagai ancaman besar bagi demokrasi Swedia.

Advertising
Advertising

Di Swedia, segala bentuk organisasi dan partai politik yang anti-demokrasi tidak akan mendapatkan ruang politik dalam pemerintahan. Apabila ada partai yang terindikasi anti-demokrasi dan memiliki figur politik dalam kontestasi pemilu, semua partai pro-demokrasi akan berkoalisi walaupun mereka berbeda ideologi politik. Koalisi partai rela mengorbankan kepentingan politiknya hanya untuk merawat dan menjaga keberlangsungan demokrasi agar tidak dikendalikan oleh pemimpin yang anti-demokrasi (otoriter).

Di Indonesia, tatanan demokrasi yang dibangun ialah demokrasi langsung dengan sistem pemerintahan presidensial. Artinya, tatanan politik negara dibangun di atas prinsip kedaulatan rakyat, dengan presiden/wakil presiden dan anggota parlemen dipilih secara langsung oleh rakyat. Hal ini dimaksudkan agar presiden/wakil presiden terpilih tidak mudah dimakzulkan karena alasan politik. Alasan untuk menjatuhkannya adalah bila presiden melanggar konstitusi dan peraturan perundang-undangan, seperti melakukan perbuatan tercela, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, dan pengkhianatan terhadap negara (vide Pasal 7A UUD 1945).

Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt (2018) dalam buku How Democracies Die menyatakan agar tatanan demokrasi suatu negara dapat tetap terawat, sebaiknya memperhatikan empat tanda peringatan perilaku politikus yang dapat mengancam demokrasi. Tanda itu adalah menolak aturan main demokrasi dengan kata-kata atau perbuatan, menyangkal kemenangan legitimasi lawan, memberi toleransi dan menyerukan kekerasan, serta menunjukkan kesediaan membatasi kebebasan sipil lawan politiknya. Menurut dia, apabila seorang kandidat presiden/wakil presiden dan politikus memenuhi salah satu dari empat perilaku tersebut, hal itu sudah menjadi ancaman terhadap tatanan politik demokrasi suatu negara.

KPU telah mengumumkan bahwa Joko Widodo-Ma’ruf Amin terpilih sebagai presiden-wakil presiden melalui pemilu. Namun kemenangan tersebut mendapat penyangkalan dari kubu pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Selain itu, ancaman terhadap demokrasi terlihat dari sikap politik mereka yang ingin menolak hasil pemilu karena alasan kecurangan selama proses pemilu. Bahkan ada upaya-upaya untuk membajak hasil pemilu dengan gerakan yang mengatasnamakan kehendak seluruh rakyat (people power). Secara tidak langsung, gerakan tersebut tentu merupakan suatu bentuk penolakan terhadap aturan main demokrasi yang mengarah pada pelemahan demokrasi dan lembaga-lembaga penyelenggaranya (KPU dan Bawaslu).

Jika dilihat dari cara para politikus dan elite politik berdemokrasi akhir-akhir ini, dapat dikatakan tatanan politik demokrasi kita sedang mengarah pada kematian. Karena itu, marilah kita merawat dan menjaganya melalui rekonsiliasi politik secara damai dan menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

5 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

34 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.

Baca Selengkapnya