Bijak Menjelang 22 Mei

Penulis

Senin, 20 Mei 2019 07:03 WIB

Ki-ka: Ketua Bawaslu Abhan, Ketua KPU Arief Budiman, Anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin, dan Komisioner KPU Hasyim Asyari meninjau server Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng) di Kantor KPU, Jakarta Pusat, Jumat, 26 April 2019. TEMPO/IRSYAN HASYIM

Hari-hari ini proses demokrasi terkesan begitu menakutkan. Ancaman pengerahan massa disebar melalui berbagai media, yang kemudian direspons dengan mobilisasi pasukan besar-besaran oleh aparat keamanan. Semua itu justru dilakukan pada ujung proses: penetapan hasil pemilihan presiden pada 22 Mei ini.

Pemilihan presiden, yang tahun ini dilaksanakan serentak bersama pemilihan anggota badan legislatif, semestinya merupakan hajatan demokrasi biasa. Peristiwa lima tahunan ini dilakukan sebagai metode sirkulasi kepemimpinan nasional. Kali ini menjadi tidak biasa karena kubu penantang, yakni pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, yang tertinggal dalam hasil sementara perolehan suara, mengeluarkan ancaman intimidatif kepada penyelenggara pemilu.

Kubu Prabowo-Sandi menuduh ada kecurangan pemilu yang sistematis, masif, dan terstruktur. Mereka mendasarkan tuduhan pada setidaknya dua hal, yakni data pemilih tetap yang mereka sebut mengandung 6,1 juta nama ganda plus 18 juta nama invalid serta kesalahan input pada sistem informasi penghitungan suara Komisi Pemilihan Umum. Dengan basis itu, mereka menyatakan akan menolak hasil pemilihan sembari mengajak pendukungnya menggelar demonstrasi besar-besaran.

Sayangnya, mereka juga menyatakan tidak akan mempersoalkan hasil pemilihan ke Mahkamah Konstitusi, lembaga yang diatur konstitusi untuk menangani permasalahan itu. Mereka berdalih bahwa Mahkamah tak bisa dipercaya karena lima tahun laluketika Prabowo berpasangan dengan Hatta Rajasajuga tidak menangani kecurangan yang sama. Di sinilah proses politik yang seharusnya sederhana menjadi pelik. Penyebabnya adalah kubu Prabowo menyatakan tidak menggunakan aturan main yang sudah disepakati bersama.

Keberatan kubu Prabowo bukannya diabaikan begitu saja. Dalam kesalahan input pada sistem informasi penghitungan suara, Badan Pengawas Pemilihan Umum telah memerintahkan agar KPU memperbaikinya. Meski demikian, sistem itu sebenarnya hanya berfungsi sebagai alat kontrol dan informasi publik. Kenyataannya, selisih perolehan kedua kubu hingga kemarin memang sangat jauh, yakni lebih dari 15 juta suara.

Advertising
Advertising

Ajakan provokatif semacam "people power" jelas tidak menghargai proses demokrasi, yang walaupun punya kelemahan merupakan cara terbaik dalam bernegara. Ancaman-ancaman itu pun telah merugikan publik. Bukan hanya keresahan dan ketakutan yang muncul, tapi juga kerugian yang lebih substansial pada hak-hak sipil. Misalnya, respons pemerintah, yang antara lain membentuk tim untuk kemudian menangkapi mereka yang bersuara kritis di media sosial, bisa dianggap merugikan kebebasan berpendapat.

Kerugian lain timbul di sektor ekonomi. Sebagian pengusaha menunda keputusan bisnis sembari menunggu perkembangan situasi. Dalam sepekan terakhir, indeks harga saham gabungan di Bursa Efek Indonesia anjlok 6,16 persen. Kurs rupiah melorot 0,87 persen lantaran sebagian investor khawatir dan memutuskan keluar dari pasar. Sejumlah kedutaan besar negara pun merilis peringatan keamanan kepada warganya yang berkunjung ke Indonesia. Sektor pariwisata sedikit-banyak pasti terganggu oleh peringatan keamanan itu.

Untuk mencegah kerugian semakin besar, tak ada jalan lebih baik bagi Prabowo dan pendukungnya selain menaati sistem demokrasi kita.

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

1 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

10 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

39 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya