Akses Data HGU Sawit

Penulis

Jumat, 10 Mei 2019 07:00 WIB

Minyak sawit adalah komoditas penyumbang devisa terbesar yang mencapai US$ 22,9 miliar, dikatakan oleh Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono.

Keputusan pemerintah untuk menutup akses publik terhadap informasi mengenai hak guna usaha (HGU) dan data industri sawit harus ditinjau ulang. Selain bertentangan dengan asas keterbukaan, kebijakan itu menghalangi partisipasi publik untuk ikut mengawasi dan menjaga sumber daya alam yang menyangkut hajat hidup orang banyak tersebut.

Kebijakan itu dirilis lewat surat Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Perekonomian yang ditujukan kepada Dewan Minyak Sawit Indonesia, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia, dan para pemimpin perusahaan. Isinya, mereka diminta melindungi data dan informasi ihwal kebun kelapa sawit. Praktis hak publik untuk mengakses data sawit diganjal.

Penutupan akses itu dilakukan lantaran pemerintah tengah mengumpulkan basis data untuk kebijakan satu peta. Digadang-gadang kebijakan satu peta ini nantinya berfungsi mendukung program lain, seperti moratorium sawit. Alasan ini mengada-ada. Basis data HGU yang dimiliki pemerintah sudah diketahui amburadul. Karena itu, justru dibutuhkan masukan dan pengawasan banyak kalangan untuk menyempurnakannya.

Amburadulnya data HGU pemerintah bisa dilihat pada hasil analisis citra satelit 2014-2016 yang dilakukan Tim Koordinasi dan Supervisi Gerakan Nasional Penyelamatan SDA dan KPK. Citra satelit menunjukkan luas perkebunan sawit sudah mencapai 16,7 juta hektare. Sedangkan data pemerintah untuk periode yang sama cuma menunjukkan angka 11,2 juta hektare.

Banyak permainan sangat mungkin terjadi seputar selisih lahan sekitar 5 juta hektare itu. Ketidakakuratan data dan informasi itu mengindikasikan tingginya jumlah praktik ilegal, terutama korupsi, di sektor kelapa sawit. Apalagi, berdasarkan citra satelit, ditemukan pula area hutan sawit di kawasan hutan seluas 3 juta hektare yang belum dilepas statusnya oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Tanpa pengawasan publik, praktik kurang elok semacam itu bisa semakin merajalela.

Advertising
Advertising

Mudarat lain dari ketertutupan informasi ini adalah potensi terjadinya konflik lahan dan sosial antara warga dan perusahaan pemegang konsesi. Kerap terjadi perusahaan mengklaim HGU atas lahan yang ternyata dikuasai masyarakat. Salah satu konflik yang dipicu oleh tak transparannya dokumen ini adalah pertikaian antara masyarakat adat Dayak Benuaq dan perusahaan sawit PT Borneo Surya Mining Jaya (PT BSMJ) di Muara Tae, Kalimantan Timur.

Penyembunyian data juga tak menguntungkan bagi ikhtiar mengatasi ketimpangan lahan. Data rasio Gini pertanahan (2017) adalah 0,58. Artinya, hanya sekitar 1 persen penduduk yang menguasai 58 persen sumber daya agraria, tanah, dan ruang. Data lain menunjukkan 31 persen lahan (5,1 juta hektare) total area penanaman kelapa sawit dikuasai hanya oleh 25 kelompok perusahaan.

Hal-hal semacam itulah yang dulu membuat Mahkamah Agung memutus bahwa dokumen HGU perkebunan sawit merupakan informasi terbuka. Dengan demikian, publik bisa turut mengawasinya. Putusan itu kini dilanggar terang-terangan oleh secarik surat dari deputi sebuah kementerian.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

7 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

36 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.

Baca Selengkapnya