Mengapa Takut Film?

Penulis

Selasa, 7 Mei 2019 02:35 WIB

Poster film Kucumbu Tubuh Indahku. Twitter.com

Keputusan sejumlah pemerintah daerah melarang pemutaran film Kucumbu Tubuh Indahku karya sutradara Garin Nugroho di wilayahnya, dengan dalih menjaga moral masyarakat, sungguh tak masuk akal. Larangan itu membunuh kreativitas seniman perfilman dan jelas melanggar kebebasan berekspresi yang dijamin konstitusi.

Film yang berjaya di berbagai festival internasional itu telah lolos saringan Lembaga Sensor Film (LSF)lembaga yang eksistensinya juga bisa diperdebatkan. Dibentuk dan bekerja berdasarkan Undang-Undang Perfilman, LSF adalah satu-satunya organisasi yang berhak menyatakan sebuah film layak ditayangkan atau tidak.

Film yang berkisah tentang kekerasan sosial dan politik yang dialami oleh pria seorang penari lengger tersebut beredar sejak 18 April lalu. Sebelumnya, Kucumbu Tubuh Indahku malang-melintang di banyak festival dan memenangi penghargaan dalam Asia-Pacific Screen Award dan Festival Des 3 Continents Nantes 2018.

Dipuji di luar negeri, sayangnya film ini dihujat di negeri sendiri. Wali Kota Depok Mohammad Idris pada 24 April melarang penayangan film itu dengan alasan dapat mempengaruhi cara pandang atau perilaku masyarakat terhadap kelompok lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT); serta "bertentangan dengan nilai agama". Larangan yang sama dikeluarkan oleh pemerintah Garut, Jawa Barat; Palembang, Sumatera Selatan; dan Balikpapan, Kalimantan Selatan.

Tidak semestinya pemerintah daerah mengambil peran sebagai lembaga sensor kedua dalam menentukan film mana yang patut ditayangkan dan yang tidak. Kepentingan politik elite lokal tidak bisa dijadikan alasan untuk memberangus karya seni yang sudah diloloskan oleh lembaga lain yang bekerja berdasarkan berbagai kriteria.

Advertising
Advertising

Pemerintah daerah sesungguhnya bisa terlibat dalam pengawasan perfilman. Misalnya dengan memastikan pengelola bioskop memenuhi aturan klasifikasi film berdasarkan kelompok umur. Kita tahu, saat ini hampir tidak ada bioskop yang memeriksa usia penonton terlebih dulu. Tugas aparat daerah adalah memastikan pengelola bioskop menjalankan kewajibannya.

Bagi pembuat kebijakan, larangan ini menunjukkan tidak adanya mekanisme perlindungan terhadap kreator film. Terbukti, film yang sudah dinyatakan tidak bermasalah oleh LSF justru kandas di tangan pemerintah daerah. Secara bisnis, tentu ini mendatangkan kerugian materi bagi produser.

Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat sebaiknya mulai memikirkan perlindungan bagi film yang sudah lolos sensor tapi dihambat peredarannya, apakah itu oleh pemerintah atau organisasi kemasyarakatan. Lembaga yang meloloskan sebuah film harus diberi kekuatan hukum untuk menjamin film itu bisa ditayangkan.

Negara harus merespons cepat larangan ini. Sebab, jika larangan film dengan alasan perbedaan orientasi seksual dibiarkan tanpa respons yang tepat, dikhawatirkan masalah ini akan meluas ke arah intoleransi terhadap kelompok LGBT. Bukan mustahil, bentuk-bentuk diskriminasi lain akan muncul setelah ini.

Melarang peredaran film di zaman sekarang juga terasa muskil. Dilarang tayang di bioskop, film masih bisa didapatkan dengan mudah di dunia maya. Ketimbang melarang, akan lebih bijak jika pemerintah ikut meningkatkan literasi film masyarakat. Caranya adalah dengan mendidik masyarakat supaya pandai memilih dan mengapresiasi film.

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

3 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

12 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

41 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya