Juru Selamat Bank Muamalat

Penulis

Jumat, 3 Mei 2019 07:09 WIB

Direktur Utama Bank Muamalat Endy Abdurrahman saat memberi sambutan pada acara Lounching Muamalat Prioritas di Jakarta, 30 Januari 2017. Tempo/Tongam sinambela

MASUKNYA investor untuk menyelamatkan Bank Muamalat merupakan langkah baik. Sebab, jika bank yang mulai beroperasi pada Mei 1991 itu bangkrut, stabilitas sistem keuangan Indonesia sedikit-banyak pasti terpengaruh. Di masa depan, tujuan-tujuan nonbisnis sebaiknya tidak dijadikan dasar pendirian lembaga finansial seperti bank.

Kita tahu, Bank Muamalat dibangun tak lepas dari kepentingan pemerintah Soeharto merangkul kelompok-kelompok Islam. Usulnya datang dari Majelis Ulama Indonesia, sebagai tindak lanjut hasil lokakarya “Masalah Bunga Bank dan Perbankan” yang diadakan pada pertengahan 1990. Lembaga ini kemudian menggandeng Bacharuddin Jusuf Habibie, yang peran politiknya di hadapan Soeharto menguat setelah memimpin Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia.

Ditopang kekuatan politik, bank ini tumbuh cepat. Apalagi Presiden Soeharto kemudian mengimbau jemaah haji membeli saham bank ini sekurang-kurangnya Rp 10 ribu, dengan menyisihkan sebagian biaya transportasi mereka. “Anjuran” dari rezim yang otoriter pada masa itu, tentu saja, sama dengan perintah. Walhasil, terkumpullah dana untuk menambah modal bank syariah pertama ini.

Sayangnya, Bank Muamalat tidak dijalankan dengan tata kelola yang benar. Bank ini pelan-pelan kelihatan keropos setelah kekuatan utama penopangnya, yakni Soeharto, ambruk. Ketika krisis ekonomi melibas bank-bank umum pada 1998, bank syariah ini seolah-olah perkasa bertahan. Kenyataannya tidak demikian. Kredit macet di bank ini mencapai lebih dari 60 persen. Bank Muamalat mencatat kerugian hingga Rp 105 miliar. Ekuitasnya kurang sepertiga dari setoran awal. Bank ini selamat ketika dana global masuk melalui bantuan Islamic Development Bank.

Sejarah berjalan. Bank Muamalat menemui masalah yang sama belasan tahun kemudian. Sejak 2015, bank ini mengalami problem permodalan. Penyebabnya, pemegang saham lama tak lagi bisa menyuntikkan dana segar. Puncaknya terjadi dua tahun kemudian. Rasio kecukupan modalnya turun menjadi 11,58 persen, tepat pada batas minimal yang ditentukan. Pembiayaan bermasalah pun membubung melebihi ketentuan, walau kemudian membaik pada kuartal pertama tahun lalu.

Advertising
Advertising

Menurut Otoritas Jasa Keuangan, setidaknya perlu dana Rp 4-8 triliun untuk menyelamatkan Bank Muamalat. Sejumlah investor sempat dikabarkan bakal masuk, seperti PT Minna Padi Investama Sekuritas Tbk dan PT Bank Rakyat Indonesia. Namun mereka menemui jalan buntu dengan berbagai sebab. Bukan kebetulan jika kemudian muncul Al Falah Investments milik Ilham Habibie, putra Bacharuddin Jusuf Habibie, yang memiliki peran besar dalam pendirian bank ini.

Al Falah, yang dibentuk Ilham dengan menggandeng SSG Capital, perusahaan investasi asal Hong Kong, menjadi pembeli siaga saham Muamalat senilai Rp 2 triliun. Masalahnya, karena pengumpulan modal itu dilakukan dengan penerbitan saham baru, saham pemilik lama akan terdelusi. Mereka yang pada awal pembentukan bank ikut menyetorkan modal merupakan pihak paling dirugikan.

Dilema ini harus menjadi catatan penting bagi pengelolaan ekonomi Indonesia ke depan. Bisnis punya hukumnya sendiri, yang tak bisa dicampurkan dengan kepentingan-kepentingan nonbisnis. Kebijakan afirmatif bermotif politik untuk membangun lembaga finansial akan memunculkan problem pelik di masa mendatang.

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

7 jam lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

9 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

38 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya