Menangkal Serangan Fajar

Penulis

Senin, 1 April 2019 07:10 WIB

Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan (dua dari kiri) bersama anggota penyidik, menunjukkan barang bukti OTT KPK pengangkutan pupuk, di Jakarta, Kamis, 28 Maret 2019. Terdapat 84 kardus berisi amplop-amplop uang yang diduga dipersiapkan untuk "serangan fajar" pada Pemilu 2019 nanti. TEMPO/Imam Sukamto

POLITIK uang dalam pemilihan umum tampaknya belum berkurang. Pekan lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi menemukan 400 ribu amplop berisi uang pecahan Rp 20 ribu dan Rp 50 ribu dengan nilai total Rp 8 miliar, milik anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Bowo Sidik Pangarso. Politikus Partai Golkar itu disinyalir menyiapkan dana tersebut untuk menyogok pemilih pada hari pemilihan alias "serangan fajar". Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawasan Pemilihan Umum (Bawaslu), dan aparat mesti mengetatkan pengawasan pada pemilu mendatang.

Bowo adalah anggota parlemen dari daerah pemilihan Jawa Tengah 2, yang mencakup wilayah Kabupaten Kudus, Jepara, dan Demak, yang kembali mencalonkan diri. Dia ditangkap KPK dalam kaitan dugaan suap dalam kerja sama penyewaan kapal antara PT Humpuss Transportasi Kimia dan PT Pupuk Logistik Indonesia-anak usaha PT Pupuk Indonesia (Persero).

Patut diduga Bowo bukan satu-satunya politikus yang berniat membeli suara rakyat pada pemilihan mendatang. Berdasarkan penelitian, Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi mengatakan 25–33 persen calon pemilih legislator pada 2014 pernah ditawari uang, barang, atau jasa.

Penelitian itu menyimpulkan politik uang dapat meningkatkan elektabilitas seorang calon legislator sebanyak 10–13 persen. Dalam banyak kasus, itu sangat cukup karena rata-rata calon legislator hanya membutuhkan selisih suara 1,65 persen untuk mengalahkan rekan separtai.

Karena itu, pencegahan harus secepatnya dilakukan. Masih ada waktu untuk berbagai upaya pencegahan menjelang pemilihan pada 17 April nanti. Kalau perlu, Bawaslu secepatnya mengaktifkan tim patroli pencegahan politik uang, tidak menunggu hingga masa tenang. Patroli bisa dikonsentrasikan pada daerah-daerah yang rawan politik uang seturut indeks kerawanan pemilu. Adapun polisi dapat membantu mempercepat sosialiasi dan melakukan penegakan hukum.

Advertising
Advertising

Temuan Indonesia Corruption Watch (ICW) dapat dijadikan petunjuk awal. Menurut ICW, modus politik uang dalam pemilu lalu kebanyakan berupa pemberian uang, makanan, pakaian, barang elektronik, voucher, sepeda motor, bahkan bangunan. Ada calon yang menjanjikan jasa tertentu kalau terpilih.

Perlu diingat pula, efek jera sulit didapatkan jika yang dijerat hanya pelaku lapangan. KPU, Bawaslu, dan polisi juga mesti berupaya menjerat pemilik uang. Kerja sama dengan KPK dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan dapat membantu Bawaslu menelusuri pengiriman uang dalam jumlah besar, yang mungkin akan dipakai dalam aksi politik uang.

Selanjutnya, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat perlu memperbaiki aturan-aturan yang berkaitan dengan politik uang. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, sebagai contoh, hanya mengatur politik uang oleh tim kampanye, peserta pemilu, atau pelaksana pemilu. Seharusnya, pelaku di luar kelompok itu yang membantu calon juga dijerat. Seperti yang diduga terjadi pada Bowo, pihak lainlah yang menyediakan uang untuk rencananya melakukan "serangan fajar".

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

5 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

34 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.

Baca Selengkapnya