Menata Ulang Industri Perunggasan

Penulis

Khudori

Jumat, 15 Maret 2019 07:00 WIB

Suasana Rumah Potong Hewan Unggas di Rorotan, Jakarta, 6 Februari 2018. Setelah masa penyesuaian, barulah mereka akan dikenakan sewa per bulan. TEMPO/Ilham Fikri

Khudori
Anggota Pokja Dewan Ketahanan Pangan

Industri perunggasan rakyat mengalami pukulan berat. Sejak Juli 2018, harga daging ayam dan telur ayam anjlok. Sampai kini harganya terus turun, bahkan jauh di bawah biaya pokok produksi.

Penurunan terbesar terjadi pada daging ayam. Pada September 2018, misalnya, harga daging ayam jatuh hingga Rp 15 ribu per kilogram, padahal biaya produksinya Rp 19 ribu/kg. Karena belum ada tanda-tanda harga akan pulih, peternak ayam berunjuk rasa di Jakarta pada 5 Maret lalu.

Dari awal sampai akhir 2018, biaya produksi perunggasan terus naik. Keputusan pemerintah membatasi impor jagung untuk pakan membuat harga jagung kian tinggi. Klaim bahwa terjadi surplus jagung domestik, yang bahkan lebih dari 10 juta ton, tidak tecermin pada harga. Kalaupun jagung domestik ada, harganya cukup tinggi. Ini memaksa pemerintah mengeluarkan izin impor jagung. Namun, karena jumlah jagung impor kecil, langkah ini tidak menyelesaikan masalah. Mengganti jagung dengan gandum bukan solusi karena harganya lebih mahal dan membuat kinerja ternak turun.

Pemerintah, lewat Kementerian Pertanian, lebih dari enam kali mengundang sejumlah pihak untuk mencari solusi. Namun jalan keluarnya tidak mudah. Peternak mandiri atau peternak rakyat dan perusahaan skala besar (integrator) masih saling curiga.

Advertising
Advertising

Masalahnya, karena terpisah dari integrasi hulu-hilir, peternak rakyat sering menjadi korban karena amat bergantung pada ayam umur sehari (DOC), pakan, dan obat-obatan dari perusahaan integrator. Sialnya, industri perunggasan terkonsentrasi hanya pada segelintir pelaku, baik dalam penguasaan aset, omzet, maupun pangsa pasar.

Pasar kemudian amat rentan dan mudah menjadi ajang permainan pihak yang kuat. Misalnya, ketika jagung sulit didapat dan harga di pasaran naik, harga pakan ikut naik. Sepanjang 2018, harga pakan naik empat kali. Lalu, akibat kebijakan pembatasan impor biang benih ayam (GGPS) dan benih ayam (GPS), pasokan DOC terbatas. Meski kualitasnya turun, harga DOC terus naik. Peternak rakyat pun terpukul dari dua sisi: biaya input tinggi, tapi harga output rendah.

Masalah di industri perunggasan rakyat ini klasik dan penyelesaiannya tidak pernah menyentuh akarnya. Masalah sudah akut dan struktural, membentang dari hulu ke hilir, serta tidak bisa diselesaikan secara sementara dan parsial. Pertama, di hulu, hampir semua input adalah barang impor. Bukan hanya GGPS/GPS, melainkan juga pakan (bungkil jagung dan kedelai). Ketika harga GGPS/GPS dan pakan di pasar dunia naik atau nilai tukar rupiah tertekan, imbasnya langsung terasa.

Kedua, dominasi perusahaan perunggasan besar atau integrator. Peternakan rakyat itu berskala kecil (peliharaan kurang dari 5.000 ekor), rendah modal dan akses pasar, serta berteknologi sederhana. Sedangkan integrator bermodal kuat, berteknologi modern, terintegrasi secara vertikal, dan mengendalikan pasar. Integrator juga mengembangkan pola kemitraan dengan peternak yang mendapat kemudahan akses input produksi dan pasar.

Akibatnya, industri perunggasan terkonsentrasi pada segelintir pelaku. Pada 2015, 80 persen pangsa pasar unggas dan 63 persen pangsa pakan ternak Indonesia dikuasai oleh hanya lima pemain (Partners, 2017). Hasilnya, di hulu peternak rakyat terjepit dan di hilir pedagang eceran dan konsumen selalu terombang-ambing oleh harga. Sebaliknya, karena posisinya kuat, integrator tetap menangguk untung luar biasa. Contohnya, pada 2018, Japfa Comfeed untung Rp 2,17 triliun, naik 132,4 persen dari keuntungan pada 2017.

Kelabilan harga daging ayam, telur, dan jagung ini bakal selalu berulang. Pemerintah perlu mempertimbangkan pengaturan harga jagung untuk pakan. Pakan merupakan komponen utama dalam industri perunggasan, yakni 70 persen dari ongkos produksi. Dari komposisi pakan unggas, 50-55 persen merupakan jagung. Ketersediaan jagung yang pasti dengan harga yang terjangkau peternak merupakan pilar penting untuk membangun dan mewujudkan industri perunggasan yang kompetitif.

Selain itu, perlu ada pemisahan pasar ternak: antara integrator dan peternak rakyat. Saat ini, 90 persen produk integrator dan peternak rakyat menyerbu lapak yang sama: pasar tradisional. Padahal, dari sisi kemampuan finansial, manajemen, sumber daya manusia, dan lainnya, perusahaan integrator jauh lebih mumpuni ketimbang peternak rakyat. Semestinya ada pemisahan pasar seperti dalam pergulaan. Pemisahan pasar ini untuk menjaga konsistensi pembatasan di hulu: pengaturan kuota impor GGPS/GPS.

Peternak rakyat melayani pasar tradisional lewat rantai segar. Agar efisien, peternak didorong beroperasi dengan cara berkelompok dalam sentra perunggasan rakyat (SPR). Di hulu, untuk memastikan pasokan pakan dan DOC, SPR harus terintegrasi dengan pabrik pakan skala kecil, pembibitan skala kecil, dan petani jagung. Di hilir, SPR bekerja sama dengan rumah potong ayam mini modern dan kelompok pedagang ayam di pasar tradisional. Dengan cara ini, rantai pasok bisa lebih pendek dan sederhana. Nilai tambah bisa didistribusikan secara adil di antara pelaku.

Adapun perusahaan integrator melayani pasar modern, hotel, restoran, katering, dan pasar ekspor lewat rantai dingin. Perusahaan integrator wajib menyelesaikan integrasi vertikal hingga ke hilir. Sebagai insentif, pemerintah memastikan pasokan jagung dengan harga terjangkau yang memenuhi standar produksi. Namun pemisahan pasar ini memerlukan pengawasan yang ekstra ketat. Ini kelemahan kita selama ini.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

4 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

33 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.

Baca Selengkapnya