Menjernihkan Konsep Anak dalam Pemilu

Penulis

Priyo Handoko

Kamis, 14 Maret 2019 07:51 WIB

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arif Budiman (kedua kanan) menunjukan surat suara saat menggelar Simulasi pencoblosan Surat Suara Pemilu 2019 di halaman parkir kantor KPU, Jakarta, Selasa, 12 Maret 2019. TEMPO/Muhammad Hidayat

Priyo Handoko
Komisioner KPU Provinsi Kepulauan Riau

Pada setiap musim pemilihan umum (pemilu), potensi pelibatan anak dalam kegiatan atau kampanye peserta pemilu menjadi salah satu isu menarik untuk diperbincangkan. Rujukannya adalah Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Dalam Pasal 15 huruf a undang-undang tersebut diterangkan bahwa setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari penyalahgunaan dalam kegiatan politik. Ancamannya, pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100 juta. Dari sini muncul jargon yang terus didengungkan: "Kampanye bebas anak".

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bersama sejumlah kelompok masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat termasuk yang giat menyuarakannya. Beriringan dengan itu, mereka juga aktif mendorong agar peserta pemilu memasukkan isu-isu perlindungan, kesejahteraan, dan pemenuhan hak anak dalam materi kampanye. Apalagi kasus kekerasan, termasuk kekerasan seksual terhadap anak, masih saja terjadi.

Di luar persoalan tersebut, sebenarnya ada beberapa aspek tertentu dari konsep anak yang perlu diluruskan. Terminologi anak tidak dikenal dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Namun Pasal 280 ayat 2 huruf k menyebutkan bahwa pelaksana dan/atau tim kampanye dilarang mengikutsertakan warga negara Indonesia yang tidak memiliki hak memilih dalam kegiatan kampanye pemilu.

Dari sisi usia, Pasal 198 undang-undang itu mengatur bahwa warga negara yang pada hari pemungutan suara genap berumur 17 tahun mempunyai hak memilih. Artinya, seseorang yang sudah berusia 17 tahun saat hari pemungutan suara dapat datang ke tempat pemungutan suara (TPS), menerima surat suara, masuk ke bilik suara, dan mencoblos. Jika musim kampanye masih bergulir, mereka pun boleh diikutsertakan dalam kegiatan kampanye atau politik, seperti menghadiri kegiatan rapat umum.

Advertising
Advertising

Namun Undang-Undang Perlindungan Anak mendefinisikan anak sebagai seseorang yang belum berusia 18 tahun. Sepintas, ada celah ketidaksesuaian dalam kedua undang-undang itu. Mereka yang berusia 17 tahun saat hari pemungutan suara, menurut Undang-Undang Pemilu, sudah memiliki hak memilih. "Anak-anak" yang sudah berusia 17 tahun ini juga boleh dilibatkan dalam kegiatan kampanye. Tapi, dalam perspektif Undang-Undang Perlindungan Anak, mereka ini masih termasuk kategori anak. Mereka terikat ketentuan yang tidak boleh disalahgunakan dalam kegiatan politik.

Bila kedua undang-undang itu disandingkan, kita akan berhadapan dengan dua kelompok anak, yaitu anak yang belum berusia 17 tahun dan anak yang sudah berusia 17 tahun. Keduanya diperlakukan berbeda dalam proses pemilihan umum.

Karena ada kategori "anak yang sudah berusia 17 tahun", sejatinya mereka juga memiliki hak pilih yang harus dilindungi, terutama anak-anak yang memasuki usia 17 tahun pada 2019. Lebih spesifik lagi mereka yang akan berulang tahun pada Rabu, 17 April 2019.

Saat ini, tentu saja mereka belum masuk daftar pemilih tetap hasil perbaikan kedua yang disahkan rapat pleno terbuka Komisi Pemilihan Umum pada 15 Desember 2018. Daftar ini merupakan daftar final yang menjadi dasar bagi Komisi untuk mencetak surat suara pemilu serentak.

Ketika daftar itu disahkan, sebagian anak belum berusia 17 tahun. Bagi yang sekarang sudah mengantongi kartu tanda penduduk elektronik, itu tidak menjadi masalah. Anak-anak tersebut akan masuk daftar pemilih khusus dan bisa menggunakan hak pilihnya di tempat pemungutan suara.

Lantas, bagaimana nasib anak-anak yang akan berusia 17 tahun persis pada 17 April? Sejauh ini Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil di tiap daerah terhalang regulasi. Mereka tidak diperkenankan mencetak dan memberikan kartu tanda penduduk elektronik kepada warga negara yang belum berusia 17 tahun.

Hampir dipastikan bahwa anak-anak yang akan memasuki usia 17 tahun pada hari pemungutan suara belum mendapatkan kartu tanda penduduk. Dengan kata lain, peluang bagi mereka untuk menjadi pemilih sangat kecil. Jumlahnya mungkin tidak besar. Kementerian Dalam Negeri pernah menyebutkan sekitar 12 ribu anak akan berulang tahun pada 17 April. Bagaimanapun, mereka adalah warga negara Indonesia yang punya hak politik yang dilindungi oleh undang-undang.

Mau tidak mau, pemerintah perlu membuat terobosan kebijakan untuk memfasilitasi anak-anak ini agar tidak kehilangan hak pilihnya. Misalnya, dengan memberikan kartu tanda penduduk elektronik sebagai hadiah ulang tahun mereka. Hadiah istimewa pada hari yang spesial, yaitu hari pemungutan suara 17 April 2019.

KPU

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

5 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

34 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.

Baca Selengkapnya