Kisah Memilukan di Pondok Pesantren

Penulis

Rabu, 6 Maret 2019 07:01 WIB

Santri tidur di masjid saat menjalankan ibadah puasa Ramadan di Pesantren Lirboyo di Kediri, Jawa Timur, 16 Mei 2018. Lirboyo merupakan salah satu pesantren tertua di Indonesia, yang didirikan pada 1910 lalu. REUTERS/Beawiharta

PENGANIAYAAN seorang santri hingga tewas di Tanah Datar, Sumatera Barat, merupakan tragedi untuk kesekian kali dalam dunia pendidikan. Perundungan dengan kekerasan yang sering terjadi di sekolah umum serta kedinasan rupanya mulai menjalar ke pondok pesantren. Kisah tragis di Pondok Pesantren Modern Nurul Ikhlas ini perlu diproses secara hukum tanpa mengabaikan masa depan para pelaku.

Belasan santri pondok pesantren itu diduga menganiaya rekannya, Robby Al-Halim, 18 tahun, pada jam tidur selama beberapa hari pada awal Februari lalu. Korban sempat dirawat di rumah sakit, tapi nyawanya tak terselamatkan. Sikap pengelola pondok pesantren yang diduga sempat menutup-nutupi kejadian itu patut disesalkan. Begitu pula orang tua pelaku yang berusaha keras membujuk keluarga korban untuk berdamai.

Upaya perdamaian sebaiknya dilakukan setelah polisi turun tangan. Kendati belum masuk kategori dewasa, para pelaku tak bisa menghindari proses hukum karena sudah berusia lebih dari 12 tahun. Penganiayaan itu tetap merupakan tindak pidana kalaupun tuduhan para pelaku bahwa korban sering mencuri bisa dibuktikan.

Sesuai dengan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak, penyelesaian di luar pengadilan atau diversi bisa dirancang sejak tahap penyidikan. Tapi penegak hukum perlu menentukan dulu kadar kesalahan para santri yang terlibat dalam penganiayaan. Sesuai dengan undang-undang itu, hanya pelaku dengan ancaman hukuman di bawah tujuh tahun penjara yang bisa menempuh penyelesaian di luar pengadilan.

Orang tua pelaku tidak perlu terlalu cemas pula jika anaknya harus dibawa ke peradilan anak. Soalnya, prinsip pemidanaan anak-anak akan tetap memperhatikan masa depan mereka, termasuk pendidikannya. Kalaupun harus dihukum, sanksi pidana untuk anak-anak hanya separuh dari hukuman yang berlaku untuk orang dewasa.

Advertising
Advertising

Polisi semestinya pula menjerat pengelola pondok pesantren itu karena diduga lalai atau bahkan melakukan pembiaran. Yang jelas, pengawasan di pondok pesantren itu lemah karena penganiayaan sampai terjadi beberapa kali. Korban pun terlambat dibawa ke rumah sakit sehingga akhirnya meninggal. Kasus ini bahkan baru terbongkar setelah paman korban melapor ke polisi.

Tragedi santri Tanah Datar menambah deretan kasus yang mencoreng pesantren. Belum lama ini penganiayaan serupa terjadi di Lamongan, Jawa Timur. Seorang santri sampai menderita luka parah di sekujur tubuhnya setelah dipukuli dan direndam di kamar mandi oleh rekan-rekannya. Polisi sudah menetapkan sejumlah pelaku sebagai tersangka. Mirip kasus Tanah Datar, para pelaku menuduh korban kerap mencuri barang temannya.

Kementerian Agama harus menerjunkan tim untuk mengungkap secara jernih penyebab penganiayaan di kedua pondok pesantren itu. Pola pengajaran dan pengelolaan pesantren pun perlu dicermati. Kementerian perlu memberi sanksi kepada pengelola pesantren yang lalai. Tak cuma teledor mengawasi para santri, kedua pesantren itu juga bisa dikatakan gagal mendidik anak asuh.

Perilaku santri yang beringas jelas bertolak belakang dengan marwah pesantren yang mengajarkan moral dan ilmu agama. Tragedi di Tanah Datar dan Lamongan harus mendorong pemerintah pusat dan daerah lebih ketat mengawasi pengelolaan pondok pesantren. Jangan sampai tragedi yang memilukan terulang.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

4 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

33 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.

Baca Selengkapnya