Filosof

Rabu, 20 Februari 2019 14:55 WIB

Saya terkadang merasa cemas yang aneh tiap kali mendengar kata "filosof". Kita tahu ada jenis makhluk ini, tapi saya tak pernah bisa pasti mengidentifikasinya.

Mungkin karena ia bisa tampil dalam wajah siapa saja. Bila "filosofi" berarti cinta kepada kearifan, philosophia, bisa diasumsikan hampir tiap orang berfilsafat.

Tapi tentu saja tak hanya itu. Bila kita masuk ke perpustakaan yang bagus, akan ada deretan buku di bawah klasifikasi "filsafat". Umumnya tebaldan tanpa gambardan sulit dibaca. Jika sejenak kita intip, kita akan tahu bahwa filsafat bukan hanya ekspresi rasa cinta kepada kearifan, tapi juga sebuah pertanggungjawaban. Dengan filsafat, orang mempertanggungjawabkan kepada orang lain dan diri sendiri, dan juga menjelaskan, apa itu kearifan, apa itu kebenaran, dan bagaimana kita sanggup mengetahuinya, melalui apa, dan mengapa semua itu begitu penting.

Muskil, tentu. Saya coba baca buku Deleuze dan Guatarri, "apa itu filsafat", Qu’est-ce que la philosophie?, dalam versi Inggris, What is Philosophy?. Setelah mencernanya selama beberapa bulan, hanya 25 persen yang saya kira saya pahami. Mungkin itu sebabnya seorang filosof diseganidengan akibat yang bisa lucu: orang bisa disebut filosof hanya karena menyebut nama pemikir yang keren dan mengucapkan kalimat yang sulit dimengerti.

Apa boleh buat: filsafat tak bisa gampangan; persoalan "cinta" dan "kebenaran" memang tak mudah.

Advertising
Advertising

Tapi sesungguhnya filsafat digeluti siapa saja yang bertanya tentang kehidupan, juga mereka yang tak mengikuti kuliah di akademi. Filsafat bukan sebuah bidang keahlian khusus.Tak akan ada "pakar" filsafattapi benar, ia sebuah penjelajahan yang tak mudah.

Maka ada masanya ketika filsafat takabur, jadi metafisika yang mengklaim diri "ibu semua ilmu". Dan ada masanya pula ketika orang merasa bangga bila disebut "filosof"sekian ribu tahun setelah sebutan itu diperkenalkan dan philosophia jadi "kegiatan" manusia.

"Kegiatan" itu tentu tidak hanya dikenal orang Yunani Kuno. Tapi ia mendapatkan milieu, lingkungan dan suasana yang pas, di bagian bumi itu. Seperti dikatakan Deleuze dan Guatarri, kota-kota Yunani adalah tempat persaingan dan pertemanan merupakan hubungan sosial, membentuk satu plan d’immanencetak ada suara dari langit, tak ada otoritas selain yang terbit dari dataran itu jugadi mana pertanyaan dan pendapat bebas tak terhambat.

Mungkin itu sebabnya Plato bisa menuliskan dialog Sokrates dengan menarik: sebuah "dramatisasi", benturan-benturan opini yang dihidupkan. Di sana pendapat berdiri setara dengan pendapat lain, bergerak, berubah, memasuki adegan baru, dalam dialektika, dalam retorika.

Kata-kata pun jadi penting. Plato mau tak mau menghadapi masa ketika retorika jadi tanda keunggulan. Ia masygul, dan menurut dia Sokrates juga, karena melihat orang-orang pintar melontarkan kata-kata di tiap kesempatan, tapi sebenarnya tak membangun pengetahuan apa pun. Bagi Sokrates, seperti dikatakannya kepada Gorgias, retorika hanya membuai dan membujuk orang untuk percaya, bukan mengajarkan apa yang salah dan yang benar.

Tapi masa itu Yunani Kuno sedang berubahmungkin seperti zaman kita. Keutamaan, aret, tidaklagi diukur dari keberanian berperang atau kebangsawanan sikap; keutamaan diukur dari kekayaan dan sukses membujuk (dan membentuk) pengikut di masyarakat. Plato, seorang aristokrat, mencoba melawan arus ini. Baginya, filosof seperti dia, yang mementingkan pertukaran pikiran dalam dialektika, berbeda dengan kaum "sophis" seperti Gorgias yang, bagi Plato, hanya mengutamakan retorika.

Tapi tak semua orang melihat perbedaan itu ketika pada akhirnya yang menonjol adalah benturan verbal yang bisingatau tipu muslihat.

Di masa itu Aristophanes menulis lakon kocaknya, Nephelai (Mega-mega). Dalam cerita pentas ini, Sokrates digambarkan sebagai direktur sekolah untuk anak-anak muda pemalas dan pemboros yang perlu diperbaiki kelakuannya. Salah satu murid barunya adalah Strepsiades, seorang ayah yang ingin pandai berdebat dan dengan retorika bisa bebas dari utang. Di akhir cerita, anaknya, Pheidippides, bersedia masuk ke sekolah itudan memang berubah. Tapi ia bukannya membantu si ayah, malah menunjukkan, dengan argumentasi, ia berhak memukul orang tuanya.

Kata-kata terlalu berkuasa dan membiusdan pada akhirnya sang filosof, yang memujikan rasionalitas, tak bisa dibedakan dengan sang sophis yang hanya mempesona publik.

Bukan hanya di zaman Sokrates.

Mungkin itu sebabnya saya sering cemas ketika mendengar kata "filosof".

Goenawan Mohamad

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

8 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

37 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.

Baca Selengkapnya