Gegabah Menjerat Vanessa

Penulis

Kamis, 21 Februari 2019 07:00 WIB

Polda Jawa Timur menahan Vanessa Angel sebagai tersangka dalam kasus prostistusi online setelah menjalani pemeriksaan, Rabu, 30 januari 2019. ANTARA FOTO/DIDIK SUHARTONO

Kepolisian seharusnya tidak menggunakan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) untuk menjerat artis Vanessa Angel dalam kasus prostitusi online. Pemakaian delik penyebaran konten asusila ini melenceng jauh dari urusan prostitusi. Penegak hukum semestinya menyetop penerapan pasal yang lentur, multitafsir, dan rawan disalahgunakan.

Vanessa, yang digerebek di Surabaya pada awal Januari lalu, mula-mula dituduh terlibat dalam prostitusi online. Kalaupun tuduhan ini benar, hanya muncikari atau penyelenggara prostitusi yang bisa dijerat secara hukum. Nah, belakangan, polisi menyatakan Vanessa menabrak Pasal 27 ayat 1 Undang-Undang ITE, yang melarang penyebaran konten elektronik yang melanggar kesusilaan.

Polisi menuduh Vanessa kerap mengirimkan foto dan video tidak senonoh kepada orang yang diduga sebagai muncikari melalui telepon seluler. Orang itu lalu menyebarkannya ke pelanggan. Tuduhan ini tampak mengada-ada karena penyebaran foto ke publik baru terungkap justru setelah Vanessa ditangkap. Tindakan polisi juga berlebihan karena mengumbar drama penangkapan Vanessa di sebuah hotel di Surabaya. Sang artis sudah menjadi bulan-bulanan masyarakat ketika kasus yang menjeratnya masih kabur.

Penggunaan delik asusila dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE terkesan dipaksakan. Vanessa dituduh "dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan atau mentransmisikan atau membuat dapat diaksesnya konten asusila". Aturan ini termasuk yang telah diperjelas dalam revisi undang-undang tersebut pada 2016, tapi tetap saja rawan diselewengkan.

Dalam revisi itu ditambahkan definisi "mentransmisikan", yang berarti mengirimkan konten kepada satu pihak. Adapun istilah "mendistribusikan" adalah mengirimkan konten kepada banyak pihak. Penjelasan ini kurang penting karena kata kuncinya adalah "menyebarkan tanpa hak". Pertanyaan yang muncul: apakah Vanessa bisa disebut mentransmisikan "tanpa hak" jika ia mengirimkan foto tubuh sendiri kepada orang dekatnya?

Advertising
Advertising

Pelanggaran asusila semestinya baru terjadi ketika seseorang menyebarkan foto asusila dirinya atau orang lain ke khalayak ramai secara langsung. Penegak hukum seharusnya menelaah secara jernih bahwa tujuan larangan penyebaran konten tak senonoh bukan untuk mengontrol perilaku warga negara, melainkan melindungi masyarakat luas, termasuk anak-anak, dari konten asusila.

Kasus Vanessa menambah panjang daftar korban pasal asusila dalam Undang-Undang ITE. Sebelumnya, Baiq Nuril Maknun, mantan pegawai honorer Sekolah Menengah Atas Negeri 7 Mataram, Nusa Tenggara Barat, dijerat dengan pasal yang sama. Karena kerap menerima perundungan seksual via telepon dari atasannya, ia berinisiatif merekamnya. Rekaman itu kemudian disebar oleh rekan kerjanya. Akhirnya, Nuril justru diseret ke pengadilan dan dinyatakan bersalah. Adapun atasannya, Muslim, yang diduga melakukan perundungan seksual, malah tidak tersentuh hukum.

Larangan penyebaran konten asusila sama lenturnya dengan pasal ujaran kebencian dalam undang-undang yang sama. Masyarakat sudah beberapa kali mengajukan permohonan uji materi pasal-pasal karet ini ke Mahkamah Konstitusi, tapi selalu ditolak. Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat semestinya segera merevisi lagi Undang-Undang ITE. Jika tidak bisa membuat rumusan yang lebih lugas, penyelenggara negara sebaiknya menghapus pasal-pasal yang lentur itu agar tidak terus-menerus memakan korban.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

4 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

33 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.

Baca Selengkapnya