Pembengkakan Jabatan TNI

Penulis

Kamis, 31 Januari 2019 07:05 WIB

Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) Jenderal TNI Andika Perkasa memimpin upacara Serah Terima Jabatan (Sertijab) Inspektur Jenderal Angkatan Darat (Irjenad) dan Panglima Komando Daerah Militer XVI/Ptm (Pangdam XVI/Ptm) beserta lima jabatan perwira tinggi (Pati) TNI AD lainnya di Aula Jenderal Besar A.H Nasution, Markas Besar Angkatan Darat (Mabesad) Jakarta, Kamis (3/1/2019). Foto/Istimewa

Presiden Joko Widodo harus menjelaskan urgensi rencana restrukturisasi yang bakal menyebabkan gemuknya organisasi Tentara Nasional Indonesia. Tanpa penjelasan yang benderang, rencana penambahan 60 jabatan struktural perwira tinggi itu akan terkesan sebagai "jualan" menjelang pemilihan presiden.

Jabatan baru untuk jenderal bintang satu dan dua tersebut tentu menjadi kabar baik bagi barisan perwira yang pangkatnya tersendat di level kolonel. Dengan tambahan jabatan, mereka berpeluang melewati "batas psikologis" dalam karier ketentaraan itu. Tapi penambahan jabatan struktural tidak boleh hanya untuk membuat senang barisan perwira yang "macet" itu.

Penumpukan perwira pada level tertentu terjadi lantaran kenaikan pangkat di TNI tak selalu didasari asas meritokrasi. Ada perwira yang naik pangkat dalam waktu cepat, jauh meninggalkan teman seangkatan dan menyalip seniornya. Mereka mendapat promosi bukan semata karena prestasi, tapi ada juga yang lantaran kedekatan dengan pusat kekuasaan.

Kenaikan pangkat tak wajar bisa memicu riak di kalangan perwira. Tapi memberikan jabatan baru kepada perwira yang kecewa bukan cara yang bijak. Seharusnya yang dibenahi adalah manajemen sumber daya manusia dan penjenjangan karier tentara. Penambahan jabatan struktural harus benar-benar dilakukan berdasarkan kebutuhan organisasi TNI.

Syak wasangka tak terelakkan lantaran pemerintah dan TNI belum menjelaskan dengan gamblang alasan penambahan jabatan struktural tersebut. Padahal konsekuensinya sangat jelas. Di samping bisa membuat rentang komando dan koordinasi di TNI lebih rumit, bertambahnya jabatan berimplikasi pada pembengkakan anggaran. Hal itu bertentangan dengan upaya perampingan dan efisiensi organisasi TNI.

Advertising
Advertising

Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto memang menjelaskan bahwa restrukturisasi merupakan pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2016. Berdasarkan aturan itu, misalnya, 21 Komando Resor Militer tipe B naik tingkat menjadi tipe A. Akibatnya, pangkat Komandan Resor Militer pun harus dinaikkan menjadi brigadir jenderal. Pertanyaannya, mengapa peraturan yang terbit pada 14 Juli 2016 itu baru dilaksanakan hari ini?

Dalam politik, momentum selalu menjadi faktor penting. Karena itu, di samping jabatan baru tentara, rencana pemerintah menambah usia pensiun tamtama dan bintara dari 53 menjadi 58 tahun pun menjadi gunjingan. Alasan Jokowi bahwa pada usia 53 tahun prajurit TNI masih produktif terdengar masuk akal. Apalagi Presiden membandingkannya dengan usia pensiun anggota kepolisian yang juga 58 tahun. Tapi, karena rencana itu terlontar menjelang pemilu, ada saja yang bertanya soal "udang di balik batu".

Jokowi, yang berlatar belakang sipil, tentu membutuhkan dukungan militer untuk bertarung dengan Prabowo Subianto yang mantan letnan jenderal. Karena itu pula, rencana penambahan jabatan struktural dan usia pensiun tentara rawan dituding sebagai jurus kampanye calon inkumben. Tudingan itu bukan tanpa dasar. Meski anggota TNI tak ikut memilih, keluarga mereka bisa terpengaruh oleh iming-iming tersebut.

Agar situasi politik tak menjadi lebih runyam, sembari menunggu hasil kajian yang lebih saksama, rencana penambahan jabatan struktural dan usia pensiun tentara itu sebaiknya ditunda.

TNI

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

7 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

36 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.

Baca Selengkapnya