Ba'asyir dan Bahaya Laten Terorisme

Penulis

Dirga Maulana

Selasa, 29 Januari 2019 07:00 WIB

Kuasa hukum capres Joko Widodo dan Maruf Amin, Yusril Ihza Mahendra (kanan) mengunjungi narapidana kasus terorisme Abu Bakar Baasyir (tengah) di Lapas Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat, Jumat 18 Januari 2019. ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya

Dirga Maulana
Peneliti Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat UIN Jakarta

Apa yang ada di benak Presiden Joko Widodo yang ingin melakukan pembebasan bersyarat dan tidak bersyarat seorang narapidana terorisme Abu Bakar Ba’asyir? Dia adalah seorang ideolog dari beberapa serangan teroris yang terjadi di Indonesia. Keputusan untuk membebaskannya adalah perkara blunder meski dengan nada kemanusiaan.

Umur yang sudah tua bukan berarti Ba’asyir kehilangan pengaruhnya. Dia masih memiliki pengaruh signifikan terhadap jaringan teroris di Indonesia, baik yang di dalam maupun di luar lembaga pemasyarakatan. Di sisi lain, Ba’asyir juga sangat keras menolak asas tunggal Pancasila. Ia berkeras tunduk dan patuh hanya kepada perintah Tuhan melalui kitab sucinya. Sikap Ba’asyir inilah yang tidak mau tunduk pada aturan pemerintah.

Selain itu, Abu Bakar Ba’asyir memiliki jaringan di Jamaah Islamiyah dan Jamaah Ansharut Tauhid (JAT), yang bergabung dan bersepakat dengan gerakan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Majalah Times pada 2002 menulis berita berjudul "Confession of an Al-Qaeda Terrorist". Dalam berita tersebut, Ba’asyir disebut sebagai perencana peledakan Masjid Istiqlal. Times menulis bahwa Ba’asyir merupakan bagian dari jaringan terorisme internasional yang bergerak di Indonesia.

Matteo Vergani dalam bukunya, How Is Terrorism Changing Us? Threat Perception and Political Attitudes in the Age of Terror, berpendapat bahwa ancaman terorisme akan berakibat pada tiga dimensi. Dimensi pertama, menyebarkan ketakutan pada masyarakat; kedua, mendorong publik untuk berbuat kekerasan dan memiliki pandangan anti-demokrasi; ketiga, memperburuk perbedaan yang ada di tengah masyarakat luas (Vergani, 2018).

Advertising
Advertising

Selain itu, tindakan terorisme menekankan pada dua aspek. Pertama, sebagai taktik, mereka menggunakan kekerasan untuk menciptakan rasa takut. Mereka tidak segan meledakkan bom bunuh diri di ruang publik. Kedua, sebagai doktrin, mereka percaya tindakannya didorong oleh doktrin agama untuk tujuan politik dan menciptakan rasa takut di tengah masyarakat (Vergani, 2018).

Bagaimanapun, terorisme merusak sendi-sendi kehidupan sosial masyarakat, baik politik maupun ekonomi. Aksi terorisme juga sangat serius mempengaruhi kesehatan dan psikologi para korban serta keluarga korban. Artinya, aksi terorisme juga dapat merusak masyarakat melalui persepsi publik tentang bahaya dan ancaman terorisme.

Terorisme adalah kejahatan luar biasa yang menodai nilai-nilai kemanusiaan kita. Presiden memiliki mandat untuk melindungi warganya dari ancaman terorisme. Jika Presiden membebaskan narapidana terorisme dengan alasan kemanusiaan, ruang kemanusiaan mana yang hendak dibela oleh Presiden? Atau ini hanya kesempatan politik sesaat dengan mendelegitimasi kemanusiaan itu?

Banyak survei yang menjelaskan fenomena sosial di Indonesia saat ini tentang menguatnya sikap intoleransi dan radikalisme di Indonesia. Penyebabnya adalah, dalam menangani masalah intoleransi, radikalisme, dan terorisme, pemerintah masih bertindak reaktif, bukan bersifat pencegahan. Padahal bahaya laten terorisme begitu nyata di depan mata kita. Karena itu, sudah sepatutnya pemerintah mempertimbangkan dengan matang akibat dari pembebasan Abu Bakar Ba’asyir. Jangan sampai langkah yang diambil merugikan banyak keluarga korban dan masyarakat Indonesia secara luas.

Sebaiknya pemerintah menciptakan sensitivitas moderasi beragama sebagai jalan ampuh untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini bisa melalui dua jalur utama. Pertama, melalui jalur pendidikan, baik di sekolah maupun universitas. Institusi pendidikan menjadi sarana tepat guna untuk membangun sensitivitas moderasi beragama sekaligus mencegah peserta didik terlibat dalam aktivitas terorisme. Kedua, melalui jalur sosial budaya dengan menciptakan keharmonisan berbangsa dan bernegara di level terendah, yakni keluarga.

Dengan demikian, Presiden tidak perlu memberikan peluang bebas terhadap pelaku kejahatan luar biasa, seperti terorisme dan tindak pidana korupsi, sebelum masa hukumannya habis. Meminjam istilah Zizek, Pak Jokowi mesti menjadi "subyek radikal" yang mampu mengintervensi ruang politik dengan memutus mata rantai jaringan terorisme di Indonesia.

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

3 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

12 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

41 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya