Mendung Investasi Migas

Penulis

Senin, 14 Januari 2019 07:42 WIB

Produksi migas terus menurun. Perlu insentif dan jaminan kepastian usaha untuk meningkatkan investasi.

Pemerintah mesti bersikap terbuka dalam melihat hasil riset yang menunjukkan penurunan iklim investasi sektor hulu minyak dan gas bumi Indonesia. Lembaga riset asal Kanada, Fraser Institute, dalam laporan bertajuk “Global Petroleum Survey 2018”, menempatkan Indonesia dalam kelompok 10 negara dengan iklim investasi terburuk. Dalam hasil survei yang dirilis pekan lalu itu, disebutkan 256 responden dari kalangan direktur eksekutif, manajer, hingga pakar industri hulu migas memberikan indeks persepsi 47,6 dari skala 100 buat Indonesia.

Walau meningkat dari tahun lalu yang sebesar 35,02, skor itu belum mampu memindahkan Indonesia dari grup terbawah. Buruknya hasil survei ini sejalan dengan rendahnya realisasi investasi migas. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral melaporkan, sepanjang 2018, realisasi investasi migas sebesar US$ 12,5 miliar, di bawah target US$ 12,6 miliar. Meski realisasi 2018 bertumbuh ketimbang 2017 yang senilai US$ 11,9 miliar, kinerja pemerintahan Presiden Joko Widodo dalam menarik investasi migas jauh dari memuaskan. Pada 2013, investasi migas masih US$ 20,384 miliar. Sedangkan pada 2014 turun menjadi US$ 20,38 miliar. Adapun pada 2015 senilai US$ 15,34 miliar, dan pada 2016 tersisa US$ 11,5 miliar.

Terus anjloknya investasi hulu migas mengkhawatirkan, mengingat semakin tingginya konsumsi energi fosil di Tanah Air. Konsumsi harian bahan bakar minyak saat ini ditaksir 1,6 juta barel per hari, sementara produksi hanya 800 ribu barel per hari. Sisanya harus ditutupi impor.

Pemerintah tidak bisa selamanya mengkambinghitamkan pelemahan harga minyak mentah sebagai faktor pelemahan investasi. Benar, harga minyak pernah merosot dari sekitar US$ 100 per barel pada 2013 menjadi sekitar US$ 35 per barel pada 2015. Namun harga minyak Indonesia 2018 telah naik menjadi US$ 67,47 per barel.

Ketimbang membantahnya dengan menyebutnya tidak valid, pemerintah mesti memperhatikan temuan Fraser Institute. Lembaga ini menyebutkan hal yang menjadi perhatian para pelaku bisnis migas adalah kegagalan pemerintah dalam membuat regulasi investasi yang memberikan kepastian bagi investor.

Advertising
Advertising

Salah satu keberatan investor adalah aturan bonus tanda tangan saat perpanjangan kontrak bagi hasil. Dalam jangka pendek bonus itu menambah penerimaan negara, tapi dalam jangka panjang menyurutkan minat investor. Pemerintah mesti memperbaiki skema bonus supaya menguntungkan kedua belah pihak.

Persoalan lainnya adalah masih rumitnya birokrasi perizinan investasi. Kementerian Koordinator Perekonomian pada 2017 pernah mengakui, jumlah perizinan di sektor migas mencapai 373 macam di 19 kementerian/lembaga. Program deregulasi pemerintah dipandang belum tepat sasaran dan tidak menyentuh akar masalah. Mayoritas izin yang dipangkas hanya administrasi perizinan usaha. Sementara itu, perizinan eksplorasi dan eksploitasi belum tersentuh.

Supaya perizinan lancar, ada baiknya pemerintah mempertimbangkan menugasi satu institusi untuk mewakili kontraktor migas mengurus seluruh perizinan. Hal lain yang perlu dilakukan adalah mempercepat penyelesaian revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas yang sudah masuk Program Legislasi Nasional sejak 2011. UU Migas yang baru harus membuat sistem kontrak, perpajakan, kelembagaan, dan perizinan yang ramah bagi investor.

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

1 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

11 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

40 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya