Purohito

Penulis

Putu Setia

Sabtu, 4 Agustus 2018 07:33 WIB

Putu Setia

Syahdan pada era kerajaan masa lalu, ada profesi yang disebut purohito. Ini adalah profesi seseorang yang mendalami masalah agama tapi berbeda dengan pendeta. Sementara pendeta lebih banyak berurusan dengan ritual keagamaan, purohito selain mampu memimpin ritual, juga mampu memberikan wejangan dan nasihat yang menyangkut kehidupan sosial. Termasuk memberi nasihat kepada raja, bagaimana melaksanakan program kerajaan untuk kesejahteraan rakyat. Purohito adalah pendeta plus dengan wawasannya yang luas tentang kepemimpinan.

Kerajaan lalu memberi wadah untuk para purohito ini. Wadah itu disebut bhagawanta yang artinya kurang-lebih penasihat kerajaan. Meski berada dalam lingkungan istana (puri), para purohito yang masuk ke wadah bhagawanta tetap netral. Jika nasihatnya tidak dituruti oleh raja, ya, sudah umum terjadi, paling dia mengundurkan diri. Mereka adalah penjaga moral kerajaan, sama sekali tidak ikut urusan dalam mengatur kerajaan. Barangkali istilah untuk zaman now adalah purohito tidak ikut dalam politik praktis, apalagi menjadi aktivis partai politik. Mereka sudah "selesai dengan kehidupan duniawi".

Pada masa Orde Baru, ada lembaga yang bernama Dewan Pertimbangan Agung. Pak Harto pernah menyebutkan lembaga tinggi DPA ini meniru konsep bhagawanta, penasihat negara. Pak Harto ingin ada "sesepuh bangsa", di mana presiden mendapatkan berbagai pertimbangan dalam menjalankan tugasnya. Itu saya dengar sendiri ketika suatu ketika saya "menemani" Menristek B.J. Habibie selaku Ketua Umum ICMI bertandang ke Istana. Kebetulan saat-saat itu saya juga ketua umum organisasi cendekiawan keagamaan.

Tentu saya manggut-manggut. Mungkin DPA meniru bhagawanta secara konsep, tapi dalam praktik, Pak Harto lebih banyak menempatkan "sesepuh bangsa" itu sebagai balas jasa kepada sahabatnya dan juga mencomot tokoh-tokoh yang kebetulan memimpin majelis agama. Jadinya lebih mirip pajangan tokoh beragam etnis, termasuk berbagai agama, dibandingkan dengan fungsi lembaga itu sebagai penasihat. Yang pasti, istilah purohito tak pernah disebut-sebut karena ada kata lebih pas, yakni ulama, sedangkan para pemangku negara disebut umara.

Advertising
Advertising

Kini DPA sudah tiada, demikian pula istilah bhagawanta pasti tak dikenal generasi milenial. Yang banyak disebut ulama maupun umara, meskipun dengan pengertian yang lebih sempit sebagai idiom agama tertentu. Yang pasti purohito beda dengan ulama di zaman now, karena ulama bisa memimpin organisasi sosial-politik, termasuk memimpin partai. Bahkan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia yang sudah menjadi "guru bangsa penjaga moral" siap jika didaulat menjadi calon wakil presiden. Artinya, ulama pada masa kini siap melaksanakan tugas-tugas sebagai umara demi bangsa dan negara.

Namun ada yang menolak dicawapreskan, yakni Ustad Abdul Somad. "Doakan Ustad Somad menjadi kiai sampai mati," katanya sembari menyebutkan ada banyak hal yang harus diberi perhatian dan ustad ini memilih jalan dakwah.

Memang ini soal pilihan. Orang yang setuju ulama merangkap umara disebut mencontoh perjalanan hidup Nabi Muhammad, tentu patut dihargai. Yang kurang setuju melihat situasi Nusantara saat ini, bagaimana umara bisa gampang dicaci dan dimaki, apalagi dalam suasana menjelang pemilihan presiden. Sungguh saya sedih jika ulama yang kita hormati tiba-tiba dicebong-cebongkan atau dikampret-kampretkan. Apalagi jabatan presiden maupun wakil presiden membutuhkan multi keahlian. Karena itu, saya merasa perlu ada banyak ulama dalam posisi purohito saat ini.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

4 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

33 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.

Baca Selengkapnya