Kisah Getty dan Sepotong Telinga

Senin, 7 Mei 2018 20:49 WIB

Film All The Money in The World. nytimes.com

Suatu malam di Roma, tahun 1973.

Seorang pemuda berusia 16 tahun, berambut coklat sebahu, berjalan di area kumuh Roma sembari sesekali meladeni godaan perempuan malam. Begitu kamera menyorot wajah si pemuda cakep itu, tampak sekali dia bukanlah lelaki jalanan: berkulit halus, berbahasa Inggris yang rapi dan sopan.

Tiba-tiba sebuah mobil van merangsek dan seorang lelaki bertanya : “Engkaukah John Paul Getty?”

Polos tanpa curiga, sang pemuda menjawab ”ya”. Jawaban itu kemudian menjadi awal dari segala petaka dan derita John Paul Getty (Charlie Plummer), cucu J.Paul Getty si konglomerat minyak terkaya di dunia di masanya. Seluruh dunia langsung saja tertuju pada keluarga kaya raya itu, bukan saja karena Paul diculik dan disekap berbulan-bulan (dalam kisah nyata dia bahkan pernah dipindahkan ke dalam gua), tetapi juga karena si kakek menolak untuk membayar uang tebusan sebesar U$ 17 juta –yang sebetulnya bisa diperolehnya dalam sehari dari keuntungan kerajaan minyaknya—dengan alasan nantinya ke 13 cucunya yang lain juga akan diculik.

Tentu saja cerita sesungguhnya tidak sesederhana yang ditampilkan media (Eropa dan Amerika) yang berbulan-bulan nongkrong di depan istana Getty dan juga di depan rumah Gail (ibu Paul yang sudah bercerai dari putera Getty). Ada banyak hal yang diungkapkan sutradara Ridley Scott yang diangkat dari karya John Pearson. Selama adegan ‘masa kini’ yakni penculikan dan negosiasi dengan penculik ‘masa kini’ di tahun 1973, Scott memberikan beberapa kilas balik tentang situasi keluarga Paul. Ayah Paul adalah salah seorang putera Getty dari isteri ketiga (Getty kawin cerai lima kali dan memiliki lima orang anak dan 14 cucu).

Advertising
Advertising

Film All The Money in The World. npr.org

Kekayaan yang bertimbun juga digambarkan dengan adegan Getty yang berani ‘berjudi’ dengan membeli 60 tahun konsesi pengeboran minyak, meski untuk bertahun-tahun tanah perbatasan Saudi Arabia dan Kuwait saat itu masih dianggap kering dan mustahil mengandung minyak. Ketika mereka akhirnya menemukan ladang minyak, kekayaan Getty langsung melambung menjadikannya pengusaha terkaya di dunia.

Tetapi kekayaan yang fantastis itu malah semakin membuat Getty manusia paling kikir sejagat. Dalam salah satu adegan, John Paul Getty junior, Gail dan anak-anaknya sekilas melihat kamar tidur si eyang yang penuh dengan cucian yang menggelantung karena dia tak mau membuang uang membayar laundri. Di dalam buku, saking pelitnya Getty memasang telpon umum dengan koin di rumahnya, agar tamu yang datang tidak menggunakan telpon rumahnya.

Kilas balik lain yang tak kalah pentingnya adalah hubungan Gail dan puteranya Paul. Karena sang suami, ayah Paul, tak berfungsi dan sibuk menyedot narkoba hingga tak pernah dalam keadaan tak sadar, Gail meminta cerai. Getty yang selalu curiga akan motif orang lain menyangka Gail akan meminta ongkos alimoni yang sakhohah. Ternyata menantunya itu hanya meminta perwalian penuh atas Paul dan sama sekali tak berminat meminta duit dari mertuanya. “Tidak satu senpun,” kata Gail dengan mantap.

Cinta kasih Gail pada putranya jelas cinta seorang orang tua tunggal yang kukuh. Pada saat Paul diculik dan disekap berbulan-bulan, hanya Gail yang betul-betul peduli dengan keselamatan anaknya. Sang Kakek menganggap penculikan itu hanya kisah palsu agar si cucu bisa memperoleh duit dengan mudah; Bapak Paul hampir tak ada gunanya karena masih saja tergantung narkoba sedangkan Fletcher Chase (Mark Wahlberg), mantan agen CIA yang disewa Getty gayek untuk mengendus posisi cucunya itu toh gagal memperoleh informasi yang akurat.

Film All The Money in The World. nytimes.com

Film ini memang memiliki ritme tinggi dan menegangkan, meski kita tahu bagaimana akhirnya Getty susah payah terpaksa membantu menebus cucunya (meski dia hanya memberi sebagian duit dan masih pula meributkan pajak. Pokoknya tobatlah si kakek pelit satu ini). Christopher Plummer sebagai John Paul Getty –menggantikan Kevin Spacey yang tengah menghadapi tuduhan pelecehan seksual—tampil gemilang dan memperoleh nominasi Aktor Terbaik Academy Award tahun ini. Setiap kata yang diucapkan Michelle Williams sungguh menyentuh; sungguh menggetarkan.

Pada akhirnya, film ini sebetulnya adalah film tentang Getty. Meski masa screening tokoh Gail dan Fletcher dan si cucu yang diculik terasa lebih banyak, sesungguhnya Getty tetap menjadi pusat pembicaraan dan perhatian dunia. Seorang paling kaya di masanya yang mengaku sangat memperhitungkan sen demi sen yang keluar dari dompetnya dan lebih mencintai barang-barang seni yang dimilikinya daripada para mantan isteri, anak dan cucu-cucunya. Sebetulnya sutradara Ridley Scott memperlihatkan simpati pada konglomerat yang menyebalkan ini. Pada beberapa bagian, Scott mencoba memberikan alasan mengapa Getty menjadi begitu keji pada anak cucunya sendiri, meski ‘alasan’ itu tetap tak memberi justifikasi apa-apa.

Pada akhirnya, bagi orang sekaya raya Getty, uang yang melimpah tak akan pernah cukup. Ada sebuah candu yang tak bisa dia kalahkan, candu pada kemampuannya menggandakan kekayaannya. Dan itu semua tak ada artinya dan tak ada gunanya.

Ketika sepotong telinga cucunya yang dikirim kepadanya agar dia segera mengirim tebusan, uang yang bertumpuk-tumpuk, properti yang tersebar di mana-mana dan benda seni karya seniman terkemuka itu tak ada artinya lagi.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

8 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

37 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.

Baca Selengkapnya