Jejak Bancakan Proyek E-KTP

Penulis

Kamis, 1 Maret 2018 19:00 WIB

Terdakwa kasus korupsi e-KTP Setya Novanto, setelah menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, 6 Februari 2018. Setya Novanto menjalani pemeriksaan lanjutan untuk penyidikan dan penyelidikan terkait kasus tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan e-KTP. TEMPO/Imam Sukamto

KOMISI Pemberantasan Korupsi harus semaksimal mungkin mengusut korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP). Indikasi bahwa proyek ini menjadi bancakan para pejabat, pengusaha, dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat makin kentara. Di kalangan politikus, bukan hanya mantan Ketua DPR Setya Novanto yang terlibat.

Bekas Bendahara Partai Demokrat, M. Nazaruddin, telah membeberkan pembagian duit dari proyek senilai Rp 5,84 triliun itu saat bersaksi pada sidang perkara Setya pekan lalu. Ia mengungkapkan semua ketua fraksi di DPR periode 2009-2014 mendapat jatah. Pengakuan Nazar makin memperlihatkan bahwa anggaran proyek ini telah disunat banyak pihak. Kerugian negara akibat korupsi e-KTP diperkirakan mencapai Rp 2,3 triliun.

Pelaksanaan proyek yang dimulai pada 2011 itu benar-benar amburadul. Bau korupsi pun belakangan tercium. Pejabat dan pengusaha yang mengelola langsung pengadaan e-KTP telah divonis bersalah. Setya Novanto, yang sebelumnya tampak lihai menghindari jerat hukum, pun akhirnya diadili. Ia dituduh berperan besar dalam menggiring proyek itu saat menjadi Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR.

Hanya, komisi antikorupsi masih harus membongkar lebih jauh. Jaksa KPK perlu menghadirkan semua ketua fraksi yang dituduh Nazaruddin. Di antara deretan ketua fraksi itu ada yang kini menduduki jabatan penting. Tjahjo Kumolo, yang kini menjadi Menteri Dalam Negeri, adalah Ketua Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan pada saat proyek e-KTP bergulir. Ia menduduki posisi ini pada 2009-2012 dan kemudian digantikan Puan Maharani-kini menjadi Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan.

Sudah ada petunjuk yang membuktikan Nazaruddin tidak asal tuduh. Bekas Ketua Fraksi Partai Demokrat, Jafar Hafsah, telah mengaku menerima uang Rp 1 miliar dari proyek e-KTP lewat Nazaruddin. Ia kemudian menggunakan duit itu untuk kegiatan operasional fraksinya. Setelah korupsi proyek e-KTP terbongkar, Jafar mengembalikan uang ke KPK pada tahun lalu.

Advertising
Advertising

Pengusutan pelaku lain korupsi e-KTP amat mendesak demi memenuhi aspek keadilan dalam penegakan hukum. Kendati peran Setya Novanto amat besar dalam skandal itu, ia tidak mungkin bermain tanpa melibatkan koleganya di Senayan. Para pemimpin fraksi memegang peran penting dalam urusan ini selain anggota Komisi Pemerintahan dan Badan Anggaran di DPR.

Penyidik KPK tak harus menjerat politikus Senayan dengan pasal suap, yang memerlukan pembuktian lebih sulit. Mereka bisa dijaring dengan tuduhan menyalahgunakan kekuasaan seperti halnya Setya Novanto. Politikus Golkar ini didakwa memperkaya diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum yang mengakibatkan kerugian negara. Setya juga dianggap menyalahgunakan wewenang sehingga menguntungkan dirinya atau orang lain.

Adanya kemungkinan duit proyek e-KTP mengalir ke partai politik pun perlu ditelusuri. Pengakuan Jafar memperlihatkan uang dari proyek ini bukan untuk kepentingan pribadi. Komisi antikorupsi bisa melacak kemungkinan aliran duit proyek itu ke kas sejumlah partai politik. Nazaruddin bisa dimintai keterangan mengenai hal ini. Setya Novanto pun tentu mengetahuinya.

KPK perlu menunjukkan tak ada "tebang pilih" dalam kasus e-KTP dengan menjerat siapa pun yang terlibat. Tak seharusnya anggaran proyek yang amat berguna bagi rakyat ini justru dipakai bancakan oleh para penyelenggara negara.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

4 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

33 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.

Baca Selengkapnya