Potong Gaji untuk Zakat

Penulis

Jumat, 9 Februari 2018 06:35 WIB

Petugas Masjid Istiqlal membagikan Zakat fitrah kepada warga di Masjid Istiqlal , Jakarta, 27 Juli 2014. Tempo/Dian Triyuli Handoko

Pemerintah harus mengurungkan rencana memungut zakat dengan memotong 2,5 persen dari gaji pegawai negeri sipil yang beragama Islam. Zakat merupakan bagian dari ibadah yang bersifat personal, sedangkan Indonesia bukanlah negara agama. Negara tak perlu campur tangan terlalu jauh.


Jika tak dibatalkan, keinginan pemerintah memotong gaji untuk zakat, yang dilontarkan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, akan mendatangkan polemik. Banyak kalangan menilai rencana pemerintah yang diwujudkan dalam bentuk peraturan presiden ini berlebihan. Alasan mendasar: zakat merupakan kewajiban yang bersifat individual dan dalam pelaksanaannya tak boleh ada pemaksaan.


Memang, sesuai dengan rencana pemerintah, pegawai negeri yang tidak mampu membayar zakat boleh mengajukan keberatan. Tapi cara berpikir ini melenceng dari asas zakat yang bersifat pribadi. Pemerintah tak boleh membuat aturan yang "memaksa" pegawai negeri merelakan gajinya dipotong. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pajak dan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2014 pun tak mencantumkan kewajiban ini.


Ada kesan pemerintah ingin menggenjot penerimaan zakat yang potensinya, sesuai dengan hitungan Badan Amil Zakat Nasional, mencapai Rp 200 triliun. Sedangkan pengumpulan dananya baru mencapai Rp 6 triliun pada 2017. Keinginan pemerintah untuk menggenjot penerimaan dana zakat ini baik, tapi tak boleh dilakukan secara serampangan.


Sejumlah ahli agama pun sudah mengingatkan bahwa menarik zakat dengan memotong gaji pegawai negeri dalam pelaksanaannya sangatlah rumit. Merujuk pada sejumlah pendapat, zakat baru wajib dibayarkan oleh orang dengan pendapatan minimal setara dengan 85 gram emas atau Rp 42 juta. Syarat tambahan: harta emas itu telah disimpan setahun.

Advertising
Advertising


Jika mengacu pada struktur penggajian pemerintah saat ini, gaji pokok terendah pegawai negeri sipil adalah Rp 3,5 juta dan yang tertinggi Rp 5 juta. Katakanlah dari gaji pokok itu yang dapat disimpan hanya Rp 1 juta. Dengan demikian, sesuai dengan kriteria agama, pegawai itu belum wajib membayar zakat. Tak sepantasnya pula pemerintah mengatur hal yang bersifat sukarela ini dalam peraturan presiden.


Pemerintah pusat perlu berkaca pada pemotongan gaji pegawai negeri sipil untuk zakat di sejumlah daerah. Di beberapa daerah, peraturan daerah yang mengatur ihwal zakat pegawai negeri ini selalu menimbulkan kegaduhan. Dari soal sifat perda yang memaksa, penyaluran kepada penerima zakat yang tak sesuai dengan syarat, hingga lembaga pengelola zakat yang tidak kredibel. Yang lebih parah, sejumlah elite politik daerah menumpanginya untuk kepentingan politik. Sesuatu yang sukarela, jika diatur, justru akan mendatangkan mudarat.

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

2 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

12 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

41 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya