Biarkan KPK Tangani Korupsi Swasta

Penulis

Kamis, 25 Januari 2018 06:30 WIB

Wakil Ketua KPK Laode M Syarif memberikan keterangan pers saat menunjukkan hasil sitaan tas mewah milik tersangka Bupati Kutai Kartanegara nonaktif Rita Widyasari, di gedung KPK, Jakarta, 16 Januari 2018. Rita Widyasari bersama-sama Khairudin diduga telah menerima dari sejumlah pihak baik dalam bentuk fee proyek, fee perizinan, dan fee pengadaan lelang barang dan jasa APBD selama kurun masa jabatannya sebagai Bupati. TEMPO/Imam Sukamto

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tak seharusnya membatasi peran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menangani kasus korupsi di sektor swasta. Dalam pembahasan rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Dewan malah mau memasukkan pasal yang hanya memberi wewenang penyelidikan kasus korupsi swasta kepada kepolisian dan kejaksaan.


Pasal itu rencananya mengatur masalah korupsi di sektor swasta yang tidak melibatkan penyelenggara negara. Korupsi yang dimaksudkan mencakup empat jenis tindak pidana, yakni menyuap, memperdagangkan pengaruh, memperkaya diri sendiri secara tidak sah, dan menyuap pejabat asing atau organisasi internasional. Pasal ini dimaksudkan untuk melengkapi peraturan perundang-undangan antikorupsi sebagaimana diamanatkan oleh Konvensi Antikorupsi Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNCAC), yang sudah diratifikasi Indonesia pada 2006.


Dewan berpandangan bahwa KPK tak bisa terlibat dalam penanganan kasus korupsi swasta semacam ini. Dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, menurut mereka, KPK hanya menangani korupsi yang melibatkan penyelenggara negara. Dengan demikian, bila KPK hendak menangani korupsi swasta, Undang-Undang KPK harus diubah terlebih dulu.


Rencana pembatasan kewenangan KPK ini salah kaprah. Anggota Dewan seharusnya ingat bahwa mereka sedang membahas rancangan KUHP. Seharusnya mereka hanya membahas pidana materiilnya, seperti pasal penjerat dan jenis hukumannya. Mereka tak perlu membahas pidana formilnya, seperti proses beracara dan lembaganya, karena hal itu diatur dalam Kitab Hukum Acara Pidana.


Sikap Dewan yang hendak mengecualikan KPK dalam penanganan korupsi swasta juga keliru. Lembaga antikorupsi di negara lain tak dibatasi seperti itu. Contohnya Komisi Antikorupsi Independen Hong Kong-yang menjadi salah satu model KPK-juga menangani korupsi swasta.
Dewan seharusnya justru mendukung KPK dalam menangani korupsi swasta. Selama ini kasus korupsi swasta sulit diadili karena Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dinilai tidak mengaturnya secara jelas. PT Giri Jaladhi Wana adalah korporasi swasta pertama yang berhasil dijerat dengan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Perusahaan itu diadili dalam kasus korupsi proyek pembangunan Pasar Sentra Antasari di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Pengadilan Tinggi Banjarmasin akhirnya menjatuhkan pidana denda Rp 1,3 miliar dan pidana tambahan berupa penutupan sementara perusahaan itu selama enam bulan pada 2011.

Advertising
Advertising


Namun kini sudah ada Peraturan Mahkamah Agung Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana oleh Korporasi. Peraturan ini sudah mengatur secara rinci soal penanganan tindak pidana swasta, dari jenis-jenis tindakannya, termasuk korupsi, hingga cara menangani perusahaan yang bubar atau bergabung dengan perusahaan lain. Hal ini mempermudah KPK, polisi, dan jaksa dalam menangani kasus korupsi di perusahaan swasta. DPR seharusnya mendukung perkembangan positif ini, bukan malah membatasi peran KPK.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

4 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

33 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.

Baca Selengkapnya