Intensi Politik dan Kecemasan Rakyat

Rabu, 24 Januari 2018 06:35 WIB

Dua pasangan bakal cagub-cawagub Jawa Tengah Ganjar Pranowo (ketiga kanan, depan)- Taj Yasin (kedua kanan, depan) dan Sudirman Said (ketiga kiri, depan)-Ida Fauziyah (kedua kiri, depan), berfoto bersama sejumlah bakal cabup-cawabup dalam pilkada Jateng, sebelum menjalani tes kesehatan di RSUP Kariadi Semarang, Jawa Tengah, 12 Januari 2018. ANTARA FOTO/R. Rekotomo

Setelah reformasi, demokrasi di Indonesia telah melahirkan masyarakat yang melek politik dan peduli terhadap kandidat pemimpin yang akan dipilihnya. Namun rakyat yang semakin cerdas politik belum tentu mampu memahami intensionalitas politik para politikus.


Dalam dua pekan terakhir saja, pertarungan pemilihan kepala daerah 2018 telah kembali menginduksi kecemasan rakyat Indonesia. Babak pertama dari drama pesta demokrasi adalah kehebohan tentang murka mahar seorang bakal calon gubernur. Media massa pun mendapat asupan materi yang dahsyat untuk dikapitalisasi karena masalah terseksi politik kita masih seputar uang. Terjadilah penyangkalan oleh beberapa pejabat publik yang telah- maupun tidak akan pernah- mendapat amanah rakyat bahwa mereka tidak pernah dimintai mahar oleh partai politik. Ambiguitas informasi ini harus dicerna oleh rakyat.


Hanya aktor politik sesungguhnya yang mengetahui apa yang terjadi dalam lobi-lobi politik tersebut. Karena itu, perdebatan soal ongkos politik akan selamanya sumir, tidak terlalu berguna dikonsumsi rakyat (kecuali diikuti oleh letupan perubahan), dan hanya akan menimbulkan kecemasan rakyat yang tidak tahu-menahu realitas politik di lapangan. Adapun rakyat penadah gelontoran uang menjelang pencoblosan tidak merasa punya tanggung jawab moral atas baik-buruknya calon yang ia pilih maupun implikasi atas pilihannya yang bergerak atas doktrin uang "receh".


Stres dan politik menarik perhatian American Psychological Association (APA). Jika 10 tahun belakangan APA melakukan survei online nasional tentang stres dan dampaknya terhadap kesehatan dan kesejahteraan orang dewasa di Amerika Serikat, khusus pada 2016 mereka menjaring data soal tingkat stres yang diasosiasikan dengan pemilihan presiden yang dimenangi oleh Donald Trump. Hasilnya, 52 persen rakyat Amerika Serikat menyatakan pemilihan presiden 2016 adalah sumber stres yang signifikan dalam kehidupan mereka. Sebanyak 56 persen milenial (usia 19-37) dan 50 persen orang tua (usia 71 tahun ke atas) mengatakan pemilihan presiden adalah sumber stres yang sangat signifikan.


Pemilihan Gubernur DKI Jakarta pada 2017 juga riuh rendah. Kondisi ini mendorong Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia Cabang DKI Jakarta bekerja sama dengan social media hub Selasar melakukan survei pendahuluan tentang dampak media sosial dalam pemilihan Gubernur DKI. Survei ini berdasarkan 700 data user Selasar, termasuk 107 partisipan aktif- 75 orang dengan kartu tanda penduduk (KTP) non-DKI dan 32 orang KTP DKI. Adapun partisipan milenial sebanyak 85 orang.

Advertising
Advertising


Survei ini menggunakan instrumen penyaringan kecemasan Taylor Manifest Anxiety Scale yang dilakukan pada periode pasca-putaran pertama menjelang putaran kedua pemilihan gubernur. Hasilnya, 58 persen partisipan menunjukkan kecemasan. Topik yang paling mengganggu pikiran mereka tentunya adalah masalah penistaan agama. Isu suku dan ras lebih memicu kecemasan sebesar 85,3 persen.


Tidak semua partisipan menyatakan aktif berdebat tentang pemilihan gubernur, tapi kecemasan antara kelompok yang berdebat dan tidak berdebat sama saja. Partisipan yang kehilangan teman semasa pemilihan mengalami kecemasan lebih tinggi. Kebanyakan partisipan tidak menghindari debat, tapi kecemasan lebih tinggi pada pihak yang menghindari debat sebesar 66, persen.
Melihat hasil penelitian ini, walau baru penelitian pendahuluan, tampak bahwa penonton politik berpotensi mengalami masalah kejiwaan akibat carut-marut politik. Yang dikhawatirkan adalah apabila kecemasan yang muncul dapat mengaburkan pilihan "sadar" rakyat dalam menetapkan calon pemimpin hanya karena induksi manuver politik atau orasi simpatik semata.


Ketegangan jiwa yang tidak dikelola baik dapat berakhir pada agresi-agresi banal, seperti libido. Dengan demikian, tidak jarang politikus pun harus terjerembap dalam skandal. Apalagi dalam perdebatan beberapa pekan terakhir tentang mahar politik ternyata juga menguak adanya transaksi seks.
Sentimen moral seharusnya menjadi kekuatan esensial dalam politik kontemporer. Namun sentimen moral itu bukanlah yang bersifat primordial, tapi emosi yang menuntun perhatian pada penderitaan orang lain dan ingin menyembuhkan mereka.


Dalam tradisi filosofis, pengalaman empati juga mendahului proses kebaikan. Belas kasihan mewakili manifestasi paling lengkap akan kombinasi hati dan logika sehingga menghasilkan pemerintahan kemanusiaan (humanitarian government). Pemerintah harus mampu mengkombinasikan dua dimensi kemanusiaan, yaitu keadaan berbagi rasa kondisi serupa (mankind) dan gerakan afektif mengarahkan manusia untuk ada bagi orang lain (humaneness). Mankind membentuk landasan pentingnya hak dan harapan universal serta humaneness menciptakan kewajiban untuk memberikan pendampingan dan perhatian kepada orang lain. Semoga saja pemilihan kepala daerah 2018 melahirkan pemimpin-pemimpin yang membangun humanitarian government.

Nova Riyanti Yusuf
Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Jakarta

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

1 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

10 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

39 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya