Pembatasan Calon Presiden

Penulis

Jumat, 12 Januari 2018 06:20 WIB

Presiden Joko Widodo berjalan bersama Ketua Umun Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), Oesman Sapta (kiri) dan Ketua Dewan Pembina Partai Hanura, Wiranto (kanan) saat pembukaan Rapat Pimpinan Nasional ke-1 Partai Hanura di Kuta, Bali, 4 Juli 2017. Rapat yang digelar selama 3 hari ini juga bertujuan membahas agenda politik strategis nasional yaitu Pilkada serentak 2018 dan Pilpres 2019. Foto: Johannes P. Christo

Keinginan sejumlah pihak agar pemilihan presiden 2019 diikuti lebih banyak pasangan calon tak terkabul setelah kemarin Mahkamah Konstitusi menolak uji materi Pasal 222 Undang-Undang Pemilihan Umum. Mahkamah menyatakan ambang batas pencalonan presiden(presidential threshold), yang diatur dalam pasal tersebut, sudah sesuai dengan konstitusi dan tidak diskriminatif.


Ditolaknya uji materi yang diajukan sejumlah partai politik dan perseorangan tersebut menutup peluang partai politik mengajukan sendiri calon presiden dan wakil presidennya. Ambang batas pencalonan presiden mensyaratkan 20 persen kursi Dewan Perwakilan Rakyat dan 25 persen suara nasional. Karena tak satu pun partai peserta Pemilu 2014 memenuhi syarat itu, partai-partai harus berkoalisi.


Ini merupakan kemunduran demokrasi. Pemilihan presiden bisa jadi hanya akan diikuti dua pasangan calon seperti pada 2014, karena partai-partai besar sudah membangun koalisi dengan Presiden Joko Widodo dan Prabowo Subianto. Pada 2019 pemilihan presiden digelar bersamaan dengan pemilihan legislatif, dan hitungan yang digunakan adalah hasil Pemilu 2014. Ini bertentangan dengan logika demokrasi, karena situasi politik dalam rentang lima tahun itu sangatlah berbeda.


Membatasi jumlah calon dalam pemilihan presiden memang tidak selamanya buruk bila dilakukan dengan alasan calon yang terlalu banyak dapat membingungkan pemilih serta memunculkan politik berbiaya tinggi. Tapi semangat merampingkan jumlah calon tak boleh mengurangi esensi demokrasi, termasuk kepatuhan kepada konstitusi yang melindungi hak politik warga negara. Sejauh ini perdebatan ihwal presidential threshold tak didasarkan pada substansi demokrasi. Anggota Dewan lebih banyak memikirkan kepentingan jangka pendek masing-masing. Tak mengherankan bila Dewan mengubah aturan setiap kali pemilihan umum akan digelar.


Mahkamah, dalam pertimbangannya, menilai ambang batas pencalonan presiden relevan untuk memperkuat sistem presidensial. Dengan presidential threshold, presiden terpilih dapat memiliki kekuatan di parlemen. Pada kenyataannya, penetapan ambang batas pencalonan presiden yang tinggi tidak selalu menciptakan pemerintahan yang stabil. Dalam perjalanannya, koalisi partai pendukung calon presiden tak selalu mendukung presiden terpilih sepanjang periode kepemimpinannya. Tidak jarang mereka berseberangan dengan kebijakan pemerintah.

Advertising
Advertising


Penyaringan kandidat semestinya tak perlu dilakukan dengan presidential threshold, karena sudah ada verifikasi partai politik peserta pemilu. Syarat yang harus dipenuhi calon peserta pemilu cukup berat, dari memiliki kantor dan kepengurusan partai di sebagian besar daerah hingga keterwakilan perempuan dalam struktur kepengurusan pusat minimal 30 persen dari jumlah pengurus.


Verifikasi tersebut semestinya cukup untuk membatasi calon presiden. Apalagi, pada saat yang sama dengan penolakan uji materi Pasal 222, Mahkamah mengabulkan permohonan uji materi Pasal 173. Dengan putusan ini, partai peserta Pemilu 2014 harus tetap menjalani verifikasi faktual.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

8 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

37 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.

Baca Selengkapnya