Pembangunan dan Pemajuan HAM

Kamis, 11 Januari 2018 06:35 WIB

Pegiat Hak Asasi Manusia (HAM) dan sahabat Munir melakukan aksi Kamisan dalam rangka memperingati 12 tahun kematian aktivis HAM Munir Said Thalib di alun-alun Kota Batu, Jawa Timur, 8 September 2016. Mereka menuntut pemerintah untuk mengusut tuntas kasus pembunuhan Munir dan kasus pelanggaran HAM lainnya. TEMPO/Aris Novia Hidayat

Saat berpidato dalam perayaan Hari Hak Asasi Manusia, 10 Desember 2017, di Solo, Presiden Joko Widodo mengakui bahwa penegakan HAM belum tuntas. Tujuh kasus pelanggaran HAM berat belum tuntas hingga kini. Pun dengan rekam jejak penegakan HAM di ranah yang lain.


Menurut catatan aduan yang masuk ke Komnas HAM sepanjang 2017, dugaan pelanggaran HAM yang paling banyak terjadi adalah hak atas kesejahteraan dan keadilan. Sedangkan aktor yang paling banyak diadukan-masih sama dengan tahun-tahun sebelumnya-adalah kepolisian, korporasi, dan pemerintah daerah.


Ihwal dugaan pelanggaran hak atas kesejahteraan, yang terbanyak menyangkut konflik agraria dan sumber daya alam. Menurut Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), konflik terkait dengan agraria sepanjang 2017 mencapai 659 kasus, yang berada di lahan seluas lebih dari 500 ribu hektare. Jumlah ini meningkat 50 persen dibanding 2016.


Berdasarkan data KPA, konflik itu melibatkan sedikitnya 652.738 kepala keluarga. Konflik agraria paling banyak terjadi di sektor perkebunan sebanyak 208 kasus atau 32 persen dari seluruh konflik, lalu properti 199 kasus, infrastruktur 94 kasus, pertanian 78 kasus, kehutanan 30 kasus, pesisir/kelautan 28 kasus, serta pertambangan 22 kasus.


Tingginya konflik agraria itu patut diduga terkait dengan ambisi pembangunan infrastruktur yang menjadi prioritas Presiden Joko Widodo. Setiap pembangunan infrastruktur-baik jalan tol, bandar udara, pelabuhan, pembangkit listrik tenaga uap, maupun waduk-pasti membutuhkan banyak lahan. Lahan, khususnya di Pulau Jawa, yang sudah sempit, semakin terjepit oleh berbagai proyek infrastruktur yang sangat ambisius itu. Setidaknya ada sekitar 269 infrastruktur yang dibingkai dalam Proyek Strategis Nasional.

Advertising
Advertising


Alih-alih memperkuat dan memulihkan daya dukung ekologi Pulau Jawa, tempat bernaung 60 persen penduduk Indonesia, ambisi pemerintah membangun infrastruktur akan semakin menggerogoti kemampuan alam yang kian terbatas. Kajian lingkungan hidup strategis dan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) diabaikan. Akibatnya, bencana yang berbasis pada kerusakan alam semakin banyak dan sering terjadi.


Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), sepanjang 2017, tercatat 2.341 bencana yang mengakibatkan 377 orang tewas. Bencana tersebut terdiri atas banjir (787), puting beliung (716), tanah longsor (614), kebakaran hutan dan lahan (96), banjir dan tanah longsor (76), kekeringan (19), gempa bumi (20), gelombang pasang dan abrasi (11), serta letusan gunung api (2).


Dari data tersebut, bisa dibaca bahwa bencana yang diakibatkan kerentanan ekologi, yaitu banjir dan tanah longsor, terjadi paling banyak dengan total 1.401 kejadian. Ini karena alam sudah tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan manusia yang semakin banyak dan beragam.
Karena kejadian yang saling berkaitan perspektif pembangunan pemerintah juga harus diubah, yaitu tidak terlalu berat pada pembangunan infrastruktur fisik, sementara infrastruktur ekologi dan sumber daya manusia terabaikan. Hal ini termaktub dalam komitmen global, yaitu Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (2015-2030), yang terdiri atas 17 tujuan global yang harus diikuti oleh pemerintah Indonesia.


Misalnya, dalam tujuan nomor 1, yaitu komitmen global untuk mengurangi kemiskinan. Tujuan ini tidak akan tercapai jika daya dukung ekologi memburuk. Pemerintah mengklaim bahwa pembangunan infrastruktur bertujuan mengatasi kesenjangan sosial dan ekonomi antara daerah, antar-pulau, dan antar-kelompok masyarakat. Benarkah demikian?
Hal ini harus dicermati dan dianalisis secara tajam dan transparan, untuk siapa dan mengapa infrastruktur itu dibangun? Karena pembangunan infrastruktur, masyarakat telah kehilangan lahan, mata pencarian, dan wilayah hidupnya.


Menyikapi fenomena ini, Komnas HAM telah menyusun sebuah Panduan Pembangunan Infrastruktur Berbasis HAM. Panduan ini disusun berbasis berbagai aduan masyarakat terkait dengan pembangunan infrastruktur di Indonesia yang telah dipetakan dan diidentifikasi untuk kemudian dibandingkan dengan norma dan prinsip HAM yang diatur dalam konstitusi dan peraturan perundang-undangan lainnya.


Dengan adanya panduan ini, diharapkan niat dari pembangunan infrastruktur untuk kesejahteraan masyarakat secara inklusif bisa terbantu karena menyediakan norma dan prinsip tentang bagaimana pembangunan infrastruktur bisa selaras dengan penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan HAM.
Kita berharap situasi pemajuan dan penegakan HAM pada 2018 akan lebih baik di tengah tantangan dan dinamika politik yang akan semakin mengeras karena perhelatan pemilihan kepala daerah pada 2018 dan pemilihan presiden pada 2019.

Mimin Dwi Hartono
Staf Senior Komnas HAM

HAM

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

5 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

34 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.

Baca Selengkapnya