Setelah Pedofilia Mencuat Lagi

Penulis

Rabu, 10 Januari 2018 06:30 WIB

Ilustrasi Pedofil, pelecehan, eksploitasi, pornografi dan perdagangan anak. shutterstock.com

Setiap kali kasus pedofilia muncul, ide hukuman kebiri pun mencuat. Pernah pula ada usul hukuman kebiri kimia bagi pedofil--gagasan yang segera mengundang kontroversi. Terlepas dari pro-kontra semacam ini, yang pasti adalah perlu hukuman lebih berat bagi pelaku dan perlindungan maksimal bagi anak-anak.


Pada awal tahun ini sudah muncul tiga kasus pedofilia. Yang terbaru adalah sodomi 41 anak oleh seorang guru di Tangerang. Dengan memberikan iming-iming ajian "semar mesem" untuk memelet lawan jenis, pelaku memperdaya bocah-bocah berusia 10-15 tahun itu. Di Bandung, empat anak mendapat iming-iming hadiah PlayStation untuk beradegan seks dengan perempuan dewasa dalam tayangan video. Di Blok M, Jakarta, anak jalanan dicabuli oleh warga negara asing.


Selama ini Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak memuat ancaman hukuman yang ringan bagi pedofil. Ancaman hukuman itu sebetulnya sudah diubah lewat UU No. 35 Tahun 2014. Sayangnya, yang diperberat hanyalah ancaman hukuman minimal, dari 3 tahun penjara menjadi 5 tahun. Adapun ancaman hukuman maksimal tetap 15 tahun.


Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat perlu mempertimbangkan untuk memperberat pula ancaman hukuman maksimal bagi pedofil, kendati tidak harus sampai pidana mati. Bagaimanapun, kejahatan pedofilia amat keji. Kejahatan ini sama bejatnya dengan melibatkan anak-anak dalam jual-beli narkotik, yang diancam dengan hukuman lebih berat, yakni penjara seumur hidup atau bahkan pidana mati.


Yang jelas, usul hukuman kebiri sudah ditentang banyak pihak. Pertanyaan yang sulit dijawab adalah, seberapa efektif kebiri mampu memutus mata rantai pedofilia? Belum lagi persoalan hak asasi manusia yang turut dibawa dalam perdebatan. Hukuman ini semakin mustahil diterapkan, mengingat Ikatan Dokter Indonesia pun menolak menjadi eksekutor pengebirian.

Advertising
Advertising


Di luar soal ancaman hukuman, upaya pencegahan juga harus ditingkatkan. Pemerintah perlu mendorong masyarakat agar melindungi anak anaknya. Tak ada salahnya kita mencontoh negara-negara maju yang sudah menerapkan aturan, di antaranya, tak memperbolehkan melepas anak-anak bepergian tanpa pendamping. Orang tua juga dilarang meninggalkan anak sendirian di rumah, mobil, ataupun tempat umum.


Pemerintah juga perlu memastikan korban kekerasan seksual dirawat secara maksimal. Sebanyak 20 korban sodomi oleh guru di Tangerang itu, misalnya, mengalami trauma hebat. Pemerintah daerah, juga institusi sekolah, perlu bergerak cepat membantu menyembuhkan trauma korban dan menjaga mereka dari kemungkinan perisakan oleh teman-teman mereka.


Undang-Undang Perlindungan Anak secara jelas menyatakan anak berhak mendapat perlindungan dari eksploitasi dan kekerasan, termasuk kejahatan seksual. Persoalannya, sudah seberapa serius kita melindungi anak-anak kita?

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

7 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

36 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.

Baca Selengkapnya