Waras di Sumber Waras

Penulis

Selasa, 2 Januari 2018 23:12 WIB

BPK Masih Persoalkan Lahan Sumber Waras

Keinginan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mendapatkan status “wajar tanpa pengecualian” (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan merupakan tekad yang bagus. Tapi hendaknya hal itu tidak dilakukan dengan merugikan orang lain, apalagi membuat iklim usaha jadi tak pasti.

Salah satu ganjalan Pemerintah Provinsi DKI belum memperoleh status WTP adalah perkara pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras. BPK menyebutkan ada kelebihan pembayaran Rp 191 miliar dari pemerintah DKI kepada Yayasan Kesehatan Sumber Waras atas pembelian lahan 3,6 hektare senilai Rp 755 miliar itu. Padahal transaksi pada 2014 tersebut sah dan disepakati kedua pihak.

Permintaan pemerintah DKI agar pembelian itu dibatalkan jelas bertentangan dengan prinsip keadilan. Jalan pintas Pemerintah Provinsi DKI agar laporan keuangan mereka bersih secara akuntansi sulit diterima akal sehat. Pemerintah DKI sepatutnya tak memaksa swasta atau siapa pun yang bertransaksi dengan mereka untuk membatalkan suatu kesepakatan yang sah menurut hukum.

Pembatalan transaksi bakal memunculkan ketidakpastian. Pihak-pihak yang menjalin kesepakatan dengan pemerintah DKI Jakarta bakal waswas: jangan-jangan suatu saat nanti pemerintah DKI dengan gampang membatalkan kesepakatan.

Pembatalan bisa dilakukan bila ditemukan bukti hukum lewat pengadilan tentang adanya kekeliruan ataupun pelanggaran pada saat transaksi. Sejauh ini, potensi kerugian negara sebesar Rp 191 miliar dinyatakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan dalam laporan hasil pemeriksaan 2015.

Advertising
Advertising

Perlu dicatat, angka tersebut diperoleh dari audit BPK yang berlumur konflik kepentingan. Kepala BPK DKI saat itu, Efdinal, diduga menekan pemerintah DKI untuk membarter audit Sumber Waras dengan pembelian lahan miliknya di sekitar Taman Pemakaman Umum Pondok Kelapa. Efdinal menawarkan barter: temuan Sumber Waras akan dihilangkan dalam hasil audit jika pemerintah DKI membeli lahan miliknya.

Di luar itu, munculnya kelebihan bayar Rp 191 miliar--menurut BPK berasal dari selisih nilai jual obyek pajak (NJOP)--juga terkesan dipaksakan. BPK menyebut pembelian memakai NJOP di Jalan Tomang, yang berbeda nilainya dengan NJOP di Jalan Kyai Tapa di sisi timur lahan RS Sumber Waras. Rumah sakit itu memang terletak di pojok kedua jalan tersebut. Padahal NJOP lahan tersebut sejak awal ditentukan oleh Kementerian Keuangan.

Sejauh ini Komisi Pemberantasan Korupsi belum menemukan tindak pidana dalam pembelian lahan Sumber Waras. BPK pun masih melakukan audit investigatif untuk memastikan adanya kekeliruan dalam transaksi tersebut. Selama belum terbukti ada pelanggaran hukum, tak semestinya pemerintah DKI memaksa Yayasan Kesehatan Sumber Waras mengembalikan “kelebihan pembayaran” ataupun membatalkan pembelian. Pada akhirnya ini bukan cuma soal Sumber Waras, melainkan soal kepastian bagi dunia usaha.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

8 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

37 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.

Baca Selengkapnya