Agar Temuan PPATK Tak Sia-sia

Penulis

Selasa, 2 Januari 2018 23:10 WIB

Ketua PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin usai jumpa pers terkait persiapan Indonesia menjelang Mutual Evaluation Review FATF, di Kantor PPATK, Jakarta Pusat, 29 Agustus 2017. TEMPO/Yohanes Paskalis Pae Dale

Temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) soal adanya pencucian uang senilai Rp 747 triliun seharusnya menyengat kita. Ini merupakan alarm bahwa korupsi dengan segala turunannya-komisi, rasuah, gratifikasi, uang semir--tetap tumbuh dan modusnya semakin canggih.

Komisi Pemberantasan Korupsi, polisi, dan kejaksaan semestinya segera bergerak mengusut temuan ini. Jangan biarkan data yang diungkap oleh PPATK itu hanya menjadi arsip yang tersimpan di gudang, seperti yang terjadi beberapa waktu lalu.

Pada 2010, PPATK juga pernah mengungkap adanya transaksi mencurigakan di kalangan pejabat. Kala itu transaksi terjadi di antara sejumlah petinggi Kepolisian Republik Indonesia yang sedang disorot oleh khalayak karena kasus rekening gendut. Koran Tempo dan majalah Tempo mengungkapnya. Publik pun geger. Namun informasi itu akhirnya tidak ditindaklanjuti ke proses penyidikan, apalagi pengadilan. Masyarakat sangat kecewa atas kejadian tersebut. Hal itu semestinya tak terulang saat ini

Kali ini transaksi mencurigakan yang diungkap PPATK jauh lebih besar. Nilainya ratusan triliun rupiah dari rekening-rekening milik 19 orang. Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin pada Rabu lalu mengungkapkan hal tersebut. Menurut Kiagus, temuan ini diperoleh setelah PPATK mendapat permintaan dari aparat penegak hukum yang menangani kasus korupsi, narkotik, perjudian online, kepabeanan, perambahan hutan, dan perpajakan. Menurut PPATK, latar belakang pemilik uang itu beragam, dari pengusaha sampai gubernur.

Sebagian rekeningnya diidentifikasi milik kerabat dan kolega yang menjadi penampung dana hasil tindak pidana. Rekening-rekening itu juga ditengarai dipakai menyuap aparat penegak hukum serta panitia pengadaan barang dan jasa pemerintah. Transaksi mencurigakan itu terendus di Jawa Timur, Jawa Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Tenggara.

Advertising
Advertising

Aparat penegak hukum semestinya segera bertindak. Fenomena baru ini menjadi bukti tambahan soal semakin maraknya korupsi di daerah. Bukti-bukti menguatnya korupsi di daerah semakin terlihat. Dalam setahun terakhir KPK menangkap delapan kepala daerah dengan jerat pasal korupsi. Oktober lalu, komisi antirasuah menangkap Bupati Nganjuk Taufiqurrahman. Sebulan sebelumnya, Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari dicokok.

Data dari PPATK ini semestinya menjadi amunisi bagi lembaga seperti KPK, kejaksaan, dan kepolisian untuk segera menangkap para garong uang negara. Tak ada kejahatan yang sempurna tersembunyi. Selalu ada celah untuk mengungkapnya. Apalagi aliran uangnya sudah terang-benderang. Persoalannya, seberapa serius aparat penegak hukum membongkar kasus ini? Jika kasus ini dibiarkan, temuan PPATK tersebut akan sia-sia. Korupsi pun kian merajalela menggerogoti negeri ini.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

5 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

34 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.

Baca Selengkapnya