Mengoreksi Mutasi Jenderal Gatot

Penulis

Selasa, 2 Januari 2018 23:03 WIB

Jenderal Gatot Nurmantyo mulai menghiasai peta politik Indonesia sejak akhir 2016. Kedekatannya dengan kelompok Islam membuatnya banyak dibicarakan sebagai calon pemimpin yang kelak akan menjadi pilihan umat. Presiden Joko Widodo akhirnya mengganti Gatot Nurmantyo dengan Marsekal Hadi Tjahjanto sebagai Panglima TNI. TEMPO/Dhemas Reviyanto

Langkah Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto menganulir sebagian keputusan tentang mutasi 85 perwira tinggi sudah tepat. Hal itu diperlukan guna mengoreksi problem etik yang timbul ketika keputusan mutasi tersebut dirilis.

Keputusan yang tertuang dalam Kep/928.a/XII/2017 tertanggal 19 Desember 2017 itu merevisi surat yang dikeluarkan Panglima TNI sebelumnya, Jenderal Gatot Nurmantyo. Hadi Tjahjanto mengembalikan sejumlah nama yang sudah dimutasi Gatot ke posisi semula. Mereka, antara lain, Letnan Jenderal Edy Rahmayadi tetap sebagai Panglima Komando Strategis Angkatan Darat dan Mayjen TNI (Mar) Bambang Suswantono di Dankormar. Dua pos itu merupakan bagian dari 16 pos strategis yang dirombak Jenderal Gatot.

Mutasi jabatan perwira tinggi di lingkungan TNI adalah langkah strategis. Mutasi, antara lain, menyangkut bagaimana lembaga itu menjaga soliditas organisasi guna menyokong tugas utama, yakni melindungi dan menjaga keutuhan NKRI. Mutasi juga untuk menjawab problem keamanan yang berkembang.

Karena itu, melakukan mutasi di tengah proses pergantian jabatan panglima sangatlah tidak etis. Ini bom waktu bagi panglima berikutnya, karena belum tentu formasi warisan itu sesuai dengan kebutuhan profesional panglima anyar dalam menjalankan tugas. Dengan kata lain, mutasi ala Gatot berpotensi membatasi Hadi Tjahjanto dalam melakukan perubahan formasi sesuai dengan kebutuhannya.

Prosedur mutasi yang dilakukan Gatot memang tidak melanggar aturan, setidaknya jika kita mempercayai klaim Gatot bahwa dia sudah melakukan proses di pra-Wanjakti dan Wanjakti sebelum keputusan diambil. Namun Gatot tiga bulan lagi pensiun dan jabatan panglima akan beralih. Mutasi di ujung masa pensiun, bahkan hanya beberapa hari sebelum panglima baru dilantik, sulit diterima secara etik.

Advertising
Advertising

Menganulir sebagian keputusan itu bisa jadi merupakan cara win-win solution yang diambil Hadi Tjahjanto. Di sana ada aspek koreksi atas problem etik dalam keputusan Gatot, meski tak sepenuhnya “manuver” mantan panglima itu ia libas. Sebab, hanya 16 posisi yang dikoreksi.

Momentum ini sebaiknya juga dijadikan Hadi sebagai pelajaran dalam memimpin TNI bahwa aspek profesionalitas wajib dikedepankan saat mengambil kebijakan strategis. Termasuk saat dia melakukan mutasi, yang pasti bakal ia lakukan.

Saat ini, menurut peneliti LIPI, sejumlah masalah SDM masih saja mengganduli jika dilihat dari acuan berikut ini: bahwa TNI membutuhkan personel yang well-educated, well-paid, well-trained, well-equipped, dan well-missioned. Itu bukanlah persoalan enteng yang dihadapi Marsekal Hadi Tjahjanto, tapi juga bukan hal yang mustahil untuk diatasi. Cara terbaik adalah menerapkan merit system dalam mengelola anak buahnya, termasuk saat melakukan mutasi.

Selain mutasi, ada aspek lain yang tak boleh ditinggalkan, misalnya peningkatan dan modernisasi alutsista, agar TNI kian profesional. Hingga kelak TNI kian percaya diri dalam menjalankan tugas utamanya: melindungi dan menjaga kedaulatan Indonesia. *

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

2 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

12 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

41 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya