Negara Tidak Hadir

Penulis

Jumat, 3 November 2017 06:30 WIB

Suparman Marzuki
Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia


Realitas perlindungan hak asasi manusia setelah Orde Baru memperlihatkan wajah paradoksal. Di satu sisi, terjadi penguatan dalam legalisasi norma-norma hak asasi di pelbagai peraturan perundang-undangan. Pada saat yang sama, muncul keresahan akibat meluasnya intoleransi terhadap perbedaan serta bangkit dan beraksinya kelompok-kelompok dengan misi memberangus kebebasan berpendapat dan berekspresi.


Perlindungan hak asasi dan eksistensi demokrasi bukan semakin eksis, tapi seperti unsur asing yang akan disingkirkan. Demokrasi dan hak asasi tiba-tiba dibenci dan dicaci maki sambil melupakan bahwa ruang yang dipakai untuk memaki itu adalah buah dari demokrasi dan penghormatan hak asasi manusia.
Upaya memelihara, memperjuangkan, dan menjaga hak-hak sipil mulai kepayahan. Ini sejalan dengan sulitnya organisasi-organisasi masyarakat sipil mewujudkan hak-hak dan kebebasan tersebut dalam negara yang semakin melemah.


Penyerbuan dan pembubaran acara diskusi, seminar, pameran, atau pemutaran film oleh sekelompok orang dengan tuduhan menyebarkan ajaran komunis telah terjadi berulang-ulang di banyak tempat tanpa mampu dicegah oleh aparat negara. Malah, dalam beberapa peristiwa, polisi justru meminta kegiatan itu dibubarkan.


Penyelidikan kasus penyiraman air keras yang menimpa penyidik senior andalan Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan, kian tak jelas juntrungannya. Ini serupa dengan kasus yang menimpa aktivis Indonesia Corruption Watch, Tama S. Langkung, yang dianiaya orang tidak dikenal pada 2010. Kita lalu bertanya, di mana negara? Di mana polisi? Mengapa mereka tidak hadir? Mengapa terlambat hadir? Mengapa kehadirannya tak menghentikan kekerasan?
Pemberangusan hak-hak sipil pada era Orde Baru dilakukan oleh negara. Karena itulah negara diharuskan tidak melakukan kebijakan atau tindakan represif yang melanggar hak asasi manusia (negative right) agar hak-hak dan kebebasan sipil terpenuhi. Tapi, apabila negara berperan intervensionisme, tak bisa dihindari hak-hak dan kebebasan yang diatur dalam Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik akan dilanggar oleh negara.

Advertising
Advertising


Sejak 1998, perilaku represif negara ala Orde Baru relatif selesai. Hak-hak dan kebebasan sipil politik warga negara semakin baik seiring dengan menguatnya pengaturan hak-hak dan kebebasan tersebut dalam peraturan perundang-undangan. Masalahnya, pada masa kini, pelanggaran hak sipil tidak lagi dilakukan oleh negara, melainkan kelompok-kelompok tertentu.


Lalu, bagaimana peran negara? Untuk situasi seperti ini, negara-yang dalam konsep hak asasi mengambil peran positif untuk pemenuhan, penghormatan, dan perlindungan hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya-mau tidak mau harus menjalankan peran positif untuk perlindungan hak sipil dengan mengambil langkah-langkah aktif dalam mencegah dan menanggulangi perilaku kelompok tersebut. Kalau diam saja (pasif), negara bisa dikategorikan telah melakukan kejahatan dengan pembiaran, atau bahkan bisa dituduh menjadi bagian dari kekerasan diam-diam.


Karena itu, negara sangat diharapkan tidak lagi absen, melainkan hadir dengan misi dan pesan kuat untuk melindungi hak-hak dan kebebasan serta harkat dan martabat kemanusiaan warga negara yang telah dijamin oleh peraturan perundang-undangan. Ini dilakukan demi negara hukum, demokrasi, dan konstitusi yang telah dibangun selama ini.


Paradigma negara demikian itu pernah ditunjukkan oleh Presiden Amerika Serikat Dwight D. Eisenhower ketika mengirim pasukan Divisi Airborne 101 dari Angkatan Darat Amerika ke Arkansas untuk melindungi sembilan murid kulit hitam dari tindakan segregasi. Langkah Eisenhower berhasil. Dengan demikian, pada 23 September 1957, untuk pertama kalinya, sembilan murid itu berhasil masuk sekolah dengan kawalan 1.200 tentara.


Langkah Eisenhower sempat dipertanyakan publik Amerika sebagai tindakan berlebihan. Tapi sang Presiden menyatakan bahwa apa yang terjadi terhadap sembilan anak kulit hitam itu adalah persoalan kemanusiaan yang serius. Jika dibiarkan, hal ini akan mengancam kelangsungan kehidupan kemanusiaan warga negara Amerika pada masa depan.


Kita merindukan negara yang menaruh hormat terhadap hak dan kebebasan warga negaranya secara maksimal agar tumbuh pula penghormatan terhadap manusia dan kemanusiaan. Tidak ada gunanya kemajuan ekonomi dengan segala kemewahan infrastruktur yang kita miliki jika hak-hak dan kebebasan warga negara terancam setiap saat. Kita pun barangkali sukar mengharapkan sikap hormat negara lain kepada warga negara kita di mana pun kalau tidak ada rasa hormat negara kita sendiri kepada warga negaranya.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

8 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

37 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.

Baca Selengkapnya