Neles Tebay
Rektor Sekolah Tinggi Filsafat Fajar Timur
Gagasan dialog sektoral untuk Papua mengemuka setelah 14 tokoh agama dan adat Papua bersilahturahmi dengan Presiden Joko "Jokowi" Widodo di Istana Negara, Jakarta, pertengahan Agustus lalu. Dalam pertemuan tersebut, para tokoh Papua mengangkat pentingnya dialog sektoral demi kemajuan dan pembangunan Bumi Cenderawasih. Presiden pun langsung menyambut dan mendukung proposal dialog sektoral ini.
Dialog sektoral untuk Papua dirasa penting untuk dilaksanakan, antara lain, karena kompleksitas masalah Papua dan berbagai dampak negatif yang disebabkannya sejak 1963. Masalah Papua-yang terkadang diibaratkan benang basah yang kusut dan sulit diurai-masih belum diselesaikan secara menyeluruh.
Rakyat Papua juga menyaksikan banyak program dari pemerintah pusat melalui kementerian/lembaga yang belum sepenuhnya menjawab masalah dan memenuhi kebutuhan mereka. Hal ini terjadi, antara lain, karena banyak kementerian belum memahami masalah dan kebutuhan orang Papua.
Rakyat Papua melihat relasi antara pemerintah pusat dan daerah sering kali diwarnai oleh ketidakharmonisan. Apabila suatu program pembangunan gagal, keduanya cenderung menyalahkan satu sama lain.
Rakyat Papua belum dilibatkan secara penuh dalam pembahasan program pembangunan sehingga mereka kurang memahami kegiatan pembangunan yang dilaksanakan di daerahnya. Mereka juga tidak mengetahui kontribusi apa yang dapat diharapkan dari mereka untuk menyukseskan pembangunan.
Semua itu mengakibatkan rakyat Papua kurang tersentuh oleh pembangunan. Mereka kurang tergerak untuk melibatkan diri dalam pembangunan. Tingkat kesejahteraan mereka tidak terdongkrak, sekalipun triliunan rupiah dikucurkan ke tanah Papua. Karena itu, para tokoh Papua mengusulkan pentingnya pelaksanaan dialog sektoral yang dapat melibatkan semua pemangku kepentingan.
Dialog sektoral merupakan suatu forum atau pertemuan yang dihadiri oleh pihak-pihak yang berkompeten untuk membahas suatu sektor atau bidang tertentu. Misalnya, satu dialog membahas pendidikan. Dialog lain difokuskan pada bidang kesehatan. Demikian seterusnya sehingga setiap sektor atau bidang dibahas. Banyaknya bidang atau sektor yang ingin dibahas menentukan jumlah dialog yang diperlukan.
Peserta dialog sektoral adalah pihak-pihak yang berkompeten sesuai dengan sektor yang menjadi agenda pembahasan. Mereka mewakili pemerintah, pihak swasta, dan masyarakat. Untuk itu, dialog ini dihadiri oleh semua pemangku kepentingan, seperti pemerintah pusat, Pemerintah Provinsi Papua dan Papua Barat, pemerintah daerah kabupaten/kota, ahli, lembaga swadaya masyarakat yang mengurus sektor yang dibahas, tokoh agama, tokoh adat, tokoh perempuan, perguruan tinggi, dan media. Misalnya, peserta dari dialog sektoral yang membahas pendidikan mencakup Kementerian Pendidikan mewakili pusat, dinas pendidikan provinsi dan kabupaten/kota mewakili pemerintah daerah, pakar pendidikan, praktisi, swasta yang mengelola pendidikan, lembaga keagamaan, dan lembaga adat Papua.
Dalam dialog ini, semua pemangku kepentingan secara bersama-sama mengidentifikasi masalah, melihat kebutuhan yang perlu dipenuhi, menyepakati solusi yang tepat, membuat perencanaan, dan menetapkan target-target jangka pendek hingga jangka panjang. Apa pun yang diputuskan dalam dialog sektoral merupakan keputusan bersama.
Peserta dialog sektoral menetapkan juga peran dan tugas setiap lembaga terkait. Dengan penetapan tugas secara bersama-sama, setiap pihak mengetahui tugasnya dan saling mengetahui siapa menangani pekerjaan apa sehingga mereka dapat bekerja sama, saling mendukung, dan mengingatkan.
Dengan melibatkan rakyat Papua dalam dialog ini, mereka dapat memahami program pembangunan yang akan dilaksanakan di daerahnya. Pemahaman ini akan mempermudah mereka untuk berpartisipasi secara aktif dalam menyukseskan program dan mengawasi pelaksanaannya.
Melalui dialog ini, pemerintah pusat dapat mempelajari masalah dan kebutuhan orang Papua dengan mendengarkan secara langsung dari mereka. Selanjutnya, pemerintah dapat menetapkan program yang sungguh-sungguh menjawab masalah dan kebutuhan rakyat Papua.
Dengan melibatkan semua pemangku kepentingan, pembangunan tidak lagi dipandang sebagai monopoli pemerintah pusat dan daerah, melainkan urusan semua pihak, termasuk lembaga keagamaan dan adat. Apabila terjadi kegagalan dalam pembangunan, pemerintah pusat bukanlah satu-satunya pihak yang disalahkan. Kegagalan-juga kesuksesan-pembangunan akan menjadi tanggung jawab bersama. Karena itu, dialog sektoral ini perlu mendapatkan dukungan dari semua pihak, baik di Jakarta maupun Papua.