Mengurangi Risiko Keuangan Global

Penulis

Rabu, 4 Oktober 2017 06:30 WIB

Tri Winarno
Peneliti Senior Bank Indonesia

Selama 2017, indeks kerentanan pasar modal Amerika Serikat (Chicago Board Options Exchange Volatility Index/VIX) telah menunjukkan angka terendah selama dekade terakhir. Bahkan, baru-baru ini, indeks VIX berada di bawah sembilan, lebih rendah dari Maret 2007, tepat sebelum krisis subprime mortgage yang hampir meluluhlantakkan sistem keuangan global. Tampaknya investor mengidap gejala yang sama, yaitu sekali lagi gagal mengkalkulasi betapa besar risiko yang dihadapi sistem keuangan global akhir-akhir ini.


Secara informal disebut sebagai "indeks ketakutan investor", VIX mengukur sensitivitas pasar keuangan terhadap ketidakpastian. Pengukurannya dikaitkan dengan probabilitas fluktuasi terbesar dari nilai pasar saham yang tercatat pada indeks harga saham di transaksi option. Indeks VIX yang rendah menandakan sistem keuangan global memasuki awal periode meningkatnya risiko, yaitu ketika investor menukarkan US Treasury Bills (surat utang pemerintah AS) dan sekuritas kategori aman lainnya dengan aset yang lebih berisiko, seperti saham, obligasi perusahaan, dan properti.


Di sinilah posisi kita berada sekarang: kondisi ketika berbagai risiko aktual sedang menghadang arah ekonomi global. Dalam hitungan bulan, risiko tersebut mungkin belum akan terjadi. Namun, dalam hitungan tahun, risiko akan semakin sulit dikalkulasi.
Risiko utama yang akan terjadi adalah meletusnya gelembung pasar modal, yakni jatuhnya harga saham. Indeks harga saham utama dunia telah mencatat angka tertinggi pada September ini, baik di Amerika maupun di negara maju lainnya. Harga saham relatif lebih tinggi daripada pendapatan dan dividen perusahaan. Rasio harga terhadap pendapatan telah melampaui 30, yang dulu hanya terjadi dua kali, yaitu pada puncak mendekati resesi besar tahun 1929 dan 2000-keduanya diikuti oleh kejatuhan harga (crashes) di pasar modal Amerika dan negara maju lainnya.


Kita juga sedang menghadapi risiko jatuhnya harga pasar obligasi. Mantan Ketua Federal Reserve AS, Alan Greenspan, baru-baru ini menyatakan bahwa pasar obligasi bahkan lebih overvalued daripada pasar saham. Namun tingkat bunga tidak bisa lebih rendah dari posisi sekarang. Kalau ternyata inflasi mengalami peningkatan di AS dan negara maju lainnya sehingga menyentuh target inflasinya, bisa dipastikan tingkat bunga akan mengalami peningkatan sehingga pasar saham dan pasar obligasi akan mengalami crash.
Risiko geopolitik juga sangat tinggi. Bahkan kepercayaan publik bahwa AS masih mempunyai pengaruh yang meyakinkan dalam menstabilkan geopolitik global semakin rendah. Risiko terberat tidak hanya terkait dengan program nuklir Korea Utara, tapi juga adanya risiko substansial yang terjadi di Timur Tengah dan Eropa Timur. Risiko tersebut diperparah oleh kepresidenan Donald Trump, yang telah membuat sejumlah blunder kebijakan politik luar negerinya.

Advertising
Advertising


Ada pula potensi krisis politik yang lebih besar di dalam negeri AS, yakni adanya pertikaian yang tajam antara Kongres dan Trump yang berakibat pada tidak terwujudnya program-program utama Trump. Bahkan AS menghadapi krisis konstitusional jika penyelidikan khusus yang dipimpin Robert Mueller mendapat bukti adanya kontak ilegal antara tim kampanye Trump dan pemerintah Rusia.


Terakhir kali indeks VIX serendah sekarang adalah pada 2006 dan awal 2007, sehingga berbagai pengamat mencatat beberapa potensi krisis yang akan terjadi. Yang paling terlihat adalah harga perumahan di Inggris dan AS yang mencatat harga tertinggi melebihi nilai acuan, seperti melebihi harga sewa, sehingga meningkatkan risiko anjloknya harga. Namun pasar merespons seolah-olah risiko itu masih rendah sehingga mendorong indeks VIX dan tingkat bunga US Treasury Bills semakin rendah. Ketika akhirnya pasar perumahan benar-benar jatuh, semua pelaku pasar benar-benar kaget.


Perkembangan global tersebut sangat berpengaruh pada perekonomian Indonesia, khususnya pasar modal, pasar obligasi, dan aliran dana asing. Selama perkembangan pasar keuangan global meningkat, pasar keuangan domestik juga akan membaik. Begitu pula sebaliknya. Karena itu, tidak mengherankan jika harga saham di JSX menyentuh angka tertinggi dalam sejarah Republik, begitu pula harga obligasi dan aliran dana asing yang masuk ke neraca pembayaran Indonesia.


Namun kewaspadaan harus ditingkatkan. Sebab, begitu pasar global mengalami crash, pasar keuangan domestik juga akan mengalami hal yang sama, bahkan akan lebih parah. Hal ini menuntut penguatan bantalan (buffer) untuk memitigasi risiko eksternal. Bantalan tersebut berbentuk cadangan devisa sebagai pertahanan lapis pertama dan kerja sama bilateral atau multilateral currency swap agreement (perjanjian antar-negara untuk bertransaksi tanpa menggunakan dolar) dengan otoritas moneter negara lain sebagai pertahanan lapis kedua. Di samping itu, kita sudah punya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan untuk memperkuat daya tahan perekonomian nasional.

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

1 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

11 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

40 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya