Darurat Perundungan Anak Sekolah

Penulis

Senin, 2 Oktober 2023 08:15 WIB

Ilustrasi Persekusi / Bullying. shutterstock.com

Editorial Tempo.co

----------------------------

PERUNDUNGAN di kalangan siswa sudah sangat memprihatinkan dan juga mencemaskan. Ibarat fenomena gunung es, jumlah kasus yang sesungguhnya terjadi bisa jadi jauh lebih banyak dari yang dilaporkan atau terungkap ke publik, salah salah satunya melalui media sosial.

Kasus terbaru adalah perundungan yang dialami seorang siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Cimanggu, Cilacap, Jawa Tengah. Tindakan perundungan atau bullying tersebut direkam dalam video berdurasi 4 menit 14 detik, yang kemudian beredar di media sosial pada akhir September 2023 lalu. Korban beberapa kali mendapat pukulan dan tendangan dari dua rekan sekolahnya, masiing-masing berusia 14 dan 15 tahun.

Polisi sudah menangkap para pelaku dan menetapkan keduanya sebagai anak yang berkonflik dengan hukum. Dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak, bagi anak-anak yang diduga melakukan tindak pidana maka dikenakan status berkonflik dengan hukum, bukan istilah tersangka. Keduanya merupakan pimpinan geng siswa sekolah tersebut. Perundungan itu terjadi karena korban yang berusia 14 tahun disebut-sebut bergabung dengan geng sekolah lain. Hal inilah yang memicu pelaku melakukan kekerasan menendang, memukul dan menghajar korban habis-habisan dari kepala sampai perut.

Advertising
Advertising

Dalam kasus perundungan anak, diperlukan strategi menyeluruh agar masalah serupa tak muncul kembali, bukan hanya diselesaikan secara hukum. Langkah pencegahan yang diatur Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 82 tahun 2015 tentang Pencegahan Perundungan di Lingkungan Sekolah hendaknya jadi pedoman.

Aturan itu memberikan panduan secara rinci upaya menangkal dan menanggulangi kasus perundungan terhadap peserta didik yang bertumpu pada peran pihak sekolah, orang tua, dan pemerintah. Namun, aturan ini memiliki keterbatasan lantaran hanya mengatur pengawasan untuk kegiatan pembelajaran di dalam dan di luar lingkungan sekolah.

Efektifitas aturan ini nampaknya jauh panggang dari api. Pemerintah seolah merasa cukup hanya dengan menggelar sosialisasi tanpa memastikan penerapan aturan itu di tingkat bawah. Akibatnya bisa ditebak, kasus perundungan kian tumbuh subur. Pelakunya tak hanya siswa, melainkan juga kalangan tenaga pendidik.

Rapor Pendidikan 2022-2023 yang dibuat Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi mengungkap 24,4 persen pelajar di Indonesia jadi korban perundungan baik fisik, verbal, relasional, maupun doxing. Menteri Nadiem menyebut itu sebagai satu dari tiga dosa besar dunia pendidikan selain intoleransi dan kekerasan seksual.

Hingga semester pertama 2023, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat jumlah korban perundungan yang membuat laporan ke lembaganya mencapai 43 orang. Umumnya terjadi di sekolah tingkat dasar dan menengah. Dua di antara pelakunya adalah orang tua dan pimpinan sekolah. Penyelesaian sebagian di antaranya berujung ke pengadilan. KPAI juga menyebutkan satu dari tiga siswa berpotensi mengalami perundungan

Penanganan terhadap siswa pelaku perundungan tak boleh asal-asalan. Kalaupun harus menjalani proses hukum, mereka juga berhak diperlakukan secara bijak. Undang-Undang No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak memberikan rambu yang jelas bahwa mereka tetap berhak atas layanan konseling dan melanjutkan pendidikan.

Masyarakat hendaknya juga menangkap pesan yang sama untuk turut serta mengatasi masalah perundungan ini. Sebab, praktik perundungan tak hanya terjadi di luar sekolah selepas kegiatan belajar. Perundungan seperti kasus Cilacap hanyalah satu contoh kecil.

Pihak sekolah, orang tua, dan pemerintah harus sama-sama mencari dan mencabut akar masalah yang melahirkan praktik kekerasan di lingkungan pendidikan. Perlu edukasi secara intens bahwa kultur geng yang ditengarai sebagai penyebab kekerasan dalam kasus di Cilacap bukanlah simbol kegagahan, melainkan kejahatan serius yang bisa berujung hukuman pidana.

Pada 2017, Anita Dewi Astuti dan Yuniasih Yuniasih dari IKIP PGRI Wates, Yogyakarta, meneliti tentang fenomena geng pada usia remaja SMP. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecenderungan berkelompok atau geng muncul karena adanya rasa kurang kasih sayang dari orang tua, orang tua yang terlalu sibuk, dan orang tua yang selalu memanjakan. Adapun faktor lain yang dapat mempengaruhi timbulnya fenomena geng ini adalah faktor lingkungan keluarga, faktor lingkungan sekolah dan dari diri sendiri.

Edukasi sangat penting dilakukan lantaran dalam kasus Cilacap pelaku merupakan pimpinan geng dengan 30 anggota. Para siswa itu bagaimana pun harus dipahami sebagai kelompok orang yang belum memiliki kematangan pola pikir. Karena menurut hasil penelitian Nurul Wulandari dari Universitas Negeri Yogyakarta (2018) soal geng sekolah, pelaku perundungan yang masih remaja ini pada akhirnya tidak mampu berpikir jangka panjang tentang apa efek dan akibat dari perbuatan mereka.

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

13 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

23 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

43 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

51 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

55 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

7 Maret 2024

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

6 Maret 2024

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya